Selasa, 22 September 2015

MAKNA IDUL ADHA


1. NABI IBRAHIM AS., SITI SARAH DAN SITI HAJAR
Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa salah satu rasul mulia Ulul azmi adalah Al Khalil Ibrahim alaihissalam. Beliau beristrikan seorang wanita tercantik di zamannya dan berbakti kepada Allah dan suaminya, ialah Sayyidati (Siti) Sarah. Dari sumber-sumber yang ada menunjukkan bahwa nabi Ibrahim AS tadinya hidup di Babil (Irak) dan menikah dengan Siti Sarah yang masih merupakan kerabat beliau. Siti Sarah beriman kepada risalah nabi Ibrahim AS, begitupula dengan keponakan beliau, Luth.

1.1. HIJRAH KE MESIR
Singkat kisah, suatu waktu ketika Palestina tempat tinggal nabi Ibrahim AS mengalami musim kering dan paceklik, nabi Ibrahim AS bersama istrinya berangkat menuju ke Mesir. Karena kecantikannya, Siti Sarah mendapat godaan dari raja mesir yang dzalim. Akan tetapi karena keteguhan hatinya dan imannya hanya kepada Allah semata, maka raja Mesir itupun menyerah lalu mengusir nabi Ibrahim AS bersama Siti Sarah ke luar dari Mesir. Akan tetapi sebelum mengusir keduanya, raja Mesir itu menghadiahkan seorang hamba sahaya wanita bernama Hajar kepada Siti Sarah karena raja itu kagum akan kecantikan Siti Sarah yang luar biasa dan ia juga menilai bahwa istri nabi Ibrahim AS itu memiliki ketetapan hati yang cemerlang. Keduanya lalu meninggalkan Mesir dan senantiasa dalam perlindungan Allah Azza Wa Jalla.

Nabi Ibrahim AS pulang dari Mesir ke Palestina ditemani istrinya Siti Sarah dan Hajar, seorang hamba sahaya wanita dari Mesir yang akan membantu mereka. Ketiganya menetap di Baitul Maqdis, sebuah daerah yang sekelilingnya diberkahi Allah. Hari demi hari dan tahun demi tahun berjalan, sekarang Siti Sarah sudah tua, rambutnya telah beruban dan tulang-tulangnya sudah lemah, begitupun suami Siti Sarah, nabi Ibrahim AS, malah lebih tua beberapa tahun daripada Siti Sarah. Di dalam kesehariannya Siti Sarah melihat kalau Hajar sudah mengimani risalah yang dibawah oleh suaminya. Dalam kondisi dirinya yang seperti itu dan dalam kejernihan spiritualnya, akhirnya Siti Sarah menyampaikan kepada nabi Ibrahim AS untuk menikahi Hajar agar memiliki keturunan. Serentak nabi Ibrahim AS teringat akan janji Allah bahwa ia akan memperoleh keturunan yang baik dan janji Allah itu pasti terjadi. Nabi Ibrahim lalu menikahi Hajar.

Selang beberapa waktu kemudian Siti Hajar melahirkan seorang anak laki-laki yang sempurna dan suci dan diberi nama Ismail. Allah memasukkan rasa cinta ke dalam hati Siti Sarah terhadap Ismail, anak dari suaminya. Ia mencintai Ismail layaknya mencintai anaknya sendiri.

1.2. KABAR GEMBIRA


Pada suatu hari, matahari membentangkan cahayanya ke bumi kemudian berjabat tangan dengan segala hal. Separuh siang telah berlalu, ternyata ada beberapa orang laki-laki sedang berjalan menuju kemah dan hendak bertamu dengan nabi Ibrahim AS. Para tamu semakin dekat dengan kemah. Mereka berjumlah tiga orang, ketika mereka tiba, mereka berkata "salam" dan nabi Ibrahim AS pun menjawab "salam". Hati nabi Ibrahim AS sangat senang, kebahagiaan terpancar dengan jelas diwajahnya. Ya, beliau memang sangat gembira dengan kedatangan tamu, sehingga beliau dijuluki "bapak tamu", begitu juga istri beliau Siti Sarah, ia turut larut dalam kebahagiaan karena kedatangan tamu-tamu tersebut.

Nabi Ibrahim AS melihat para tamu itu, ternyata beliau tidak pernah melihat tamu setampan dan semenawan mereka sebelum ini, wajah mereka bersinar dengan cahaya, tubuh mereka sangat indah dan aroma mereka sangat harum mewangi. Nabi Ibrahim AS mempersilahkan para tamu untuk masuk, lalu beliau menyiapkan sandaran untuk mereka dan masuk menemui istri beliau untuk menyiapkan makanan, kemudian muncul lagi dengan membawa makanan penuh berkah yang cukup untuk dimakan sepuluh orang. Di sudut kemah, istri beliau, Siti Sarah melayani para tamu. Ia berdiri di depan para tamu seperti kebiasaan orang-orang arab.


Ketika itulah para tamu menjelaskan jati diri mereka dan berkata "Kami para malaikat yg berjalan melewatimu" lalu mereka menjelaskan bahwa mereka diutus untuk pergi kepada kaum Luth yang berdosa dan mereka menenangkan Ibrahim serta memberi kabar gembira kepada beliau.


فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً ۖقَالُوا لَا تَخَفْ ۖوَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ

Yang Artinya:
(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "janganlah kamu takut," dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq).
(QS: Adz-Dzariyat: 28)

Kabar gembira itu ialah akan kelahiran seorang anak dari istri nabi Ibrahim AS yg selama ini belum memiliki keturunan, yaitu Siti Sarah. Mendengar kabar itu, Siti Sarah kaget dan senang bukan kepalang sekaligus merasa aneh karena diusianya yang setua itu apakah ia masih bisa melahirkan seorang anak. Namun, tamu itu berkata "ini bukan do'a dari kami, namun hal ini merupakan firman Allah Ta'ala dan para malaikat tersebut segera menghapus kesan kemustahilan dari Siti Sarah dengan berkata "Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui". Akhirnya, Siti Sarah tahu bahwa ternyata tamu-tamunya itu adalah para malaikat. Ia mengetahui tugas yang diberikan kepada mereka, bahwa mereka ditugaskan membawa dua kabar gembira, yaitu untuk menghancurkan kaum Luth dan memberi kabar gembira kepadanya bahwa ia akan memiliki seorang anak (Ishaq).


Syaikh Al Qurthubi rahimahullah berkata "Jarak antara kabar gembira dengan kelahiran Ishaq adalah setahun. Adapun sebelum itu Siti Sarah tidak pernah melahirkan, kemudian ia melahirkan ketika berusia 99 tahun, sedang nabi Ibrahim AS telah berusia 100 tahun." Subhanallah. Nikmat Allah amat banyak kepada keluarga nabi Ibrahim AS. Rahmat tersebut betul-betul rahmat agung, sebab Allah menganugerahkan Ismail dan Ishaq kepadanya di masa tua. Allah memberi karunia kepada rumah tangga Ibrahim AS dengan memberikan kenabian, kitab dan hikmah kepada sebagian anak keturunan beliau. Allah memilih rumah tersebut sebagai cahaya bagi seluruh alam semesta.
========================
Nabi Ibrahim AS memiliki keturunan dari Siti Sarah yaitu Ishaq dan dari Siti Hajar yaitu Ismail.

2. NABI IBRAHIM AS., SITI HAJAR DAN ISMAIL
Sesuai dengan materi pembahasan maka kisah selanjutnya, kita hanya akan menceritakan mengenai Nabi Ibrahim AS dan istrinya Sayyidati (Siti) Hajar dan anaknya Ismail, karena dari silsilah inilah maka kemudian setiap tahunnya di bulan Dzulhijjah, umat islam di seluruh penjuru dunia memperingati hari raya Idul Adha atau Idul Qurban dan dari garis keturunan ini pulalah yang nantinya akan melahirkan seorang nabi besar, nabi akhir zaman yaitu nabi kita, Muhammad SAW (PBUH).
========================
2.1. MATA AIR ZAMZAM DAN ASAL-MUASAL KOTA MAKKAH
Dikisahkan untuk suatu hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim AS, Allah SWT mewahyukan kepadanya agar membawa istrinya Siti Hajar dan anaknya Ismail ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Ismail bersama ibunya akan ditempatkan dan kepada siapa mereka akan ditinggalkan.

Maka dengan tawakkal hanya kepada Allah SWT, berangkatlah Nabi Ibrahim AS meninggalkan rumahnya membawa Siti Hajar dan Ismail di atas seekor unta menuju ke suatu tempat tertentu. Ia hanya berserah diri kepada Allah SWT semata, yang akan memberi arah kepada unta tunggangannya. Unta itupun mulai bergerak dan berjalan dengan tiga orang hamba Allah di atas punggungnya ke luar kota memasuki lautan padang pasir terbuka di mana teriknya panas matahari sungguh sangat menyengat tubuh dan angin kencang menghamburkan debu-debu pasir.

Setelah sekian lama berada dalam perjalanan panjang dan melelahkan, tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim AS bersama Siti Hajar dan Ismail di suatu tempat yang sangat sunyi tiada berpenduduk, yang saat ini kita mengenalnya dengan nama kota Makkah (Bakkah/ Berkah) kota suci di mana Ka'bah didirikan dan menjadi pujaan manusia dari segenap penjuru dunia. Di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan disitulah tempat di mana ia akan meninggalkan Siti Hajar bersama puteranya yang sangat disayanginya hanya dengan berbekal makanan dan minuman secukupnya, sedangkan keadaan di sekitarnya tiada manusia, tiada tumbuh-tumbuhan sama sekali, tiada pula air mengalir, yang ada terlihat hanyalah batu dan lautan padang pasir kering.

Tentunya nabi Ibrahim AS tidak tega meninggalkan istri dan putera kesayangannya yang masih bayi, akan tetapi di sisi lain, ia juga menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan keinginan dan perintah dari Allah Sang Maha Pencipta yang tentunya mengandung hikmah yang belum diketahuinya dan ia juga tahu bahwa Allah Yang Maha Kuasa akan melindungi putera dan istrinya, berdua di suatu tempat yang sesunyi dan segersang itu dari tiap kesukaran dan penderitaan.

Sebelum meninggalkan Siti Hajar dan Ismail, nabi Ibrahim AS berpesan kepada istrinya; "bertawakkallah kepada Allah yang telah menentukan kehendakNya, percayalah kepada kekuasaanNya. Dialah yang memerintahkan aku membawa kalian ke tempat yang sunyi ini. Sungguh kalau bukan karena perintah dan wahyuNya, maka tidak sekalipun aku tega meninggalkan kalian di tempat seperti ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan mentelantarkan kamu berdua tanpa perlindunganNya. Rahmat dan berkahNya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya. Insya Allah".

Mendengar kalimat seperti itu, Siti Hajar ikhlas melepas nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka berdua. Hati siapa yang tidak akan pilu meninggalkan orang-orang yang kita cintai terlebih dalam kondisi yang seperti itu, tetapi perintah Allah di atas segala-galanya. Dalam perjalanannya pulang menuju Palestina, nabi Ibrahim AS tak henti-hentinya berdoa memohon perlindungan, rahmat dan berkah serta karunia dan rezki bagi puteranya dan Siti Hajar yang ditinggalkannya di kota Makkah yang saat itu masih sangat sepi dan asing.

Doa nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT sebagai mana disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:


Yang artinya:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."
(QS: Ibrahim: 37)

Sepeninggal nabi Ibrahim AS kembali ke Palestina, seperti yang dikisahkan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui Ismail, maka Siti Hajar pun pergi mencari air ke sana ke mari sambil berlari-lari kecil (Sa'i) antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah sebanyak 7 kali. Lalu kemudian Allah mengutus malaikat Jibril membuat mata air Zamzam. Siti Hajar dan Ismail memperoleh sumber kehidupan.


(Kegiatan ritual berlari kecil (Sa'i) dimulai dari Bukit Shafa yang terletak sekitar setengah mil dari Ka'bah. Bukit Marwah terletak sekitar 100 m (330 kaki) dari Ka'bah. Jarak antara Shafa dan Marwah sekitar 450 m (1.480 kaki), sehingga tujuh kali putaran berjumlah sekitar 3,15 km (1,96 mil). Kedua titik dan jalur antara mereka sekarang berada di sebuah galeri panjang yang membentuk bagian dari Masjidil Haram. Siti Hajar dihormati oleh umat Islam sebagai seorang wanita bijaksana, berani dan saleh serta diyakini sebagai ibu orang-orang Arab Adnan. Peristiwa yang dijalaninya antara Bukit Shafa dan Marwah dikenang oleh umat Islam saat mereka menunaikan ibadah haji mereka di Makkah. Bagian dari ibadah haji dengan berlari kecil sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah, dalam rangka memperingati keberanian Siti Hajar dan untuk melambangkan perayaan ibu dalam Islam serta kepemimpinan perempuan. Untuk menyelesaikan kewajiban berhaji, jamaah yang menjalankan ibadah haji juga minum dari sumur Zamzam dan ada juga yang membawanya pulang).

Sa'i
Lembah yang dulunya gersang itu, kini mempunyai persediaan air yang melimpah. Maka berdatanganlah manusia dari berbagai pelosok termasuk kabilah Jurhum dan terutama para pedagang berdatangan ke tempat Siti Hajar dan Ismail. Akhirnya lembah itu sekarang dikenal dengan nama kota Makkah, berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Sebuah kota yang aman dan makmur berkat do'a nabi Ibrahim AS.

Kota Makkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah kepada nabi Muhammad dalam Al-Qur'an, sebagai berikut:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَ ارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَ مَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيْلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَ بِئْسَ الْمَصِيْر


Yang artinya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo'a: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian". Allah berfirman: "Dan kepada orang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".
(QS: Al-Baqarah: 126)

2.2. NABI ISMAIL AS., SEBAGAI QURBAN 

Selang beberapa waktu kemudian, nabi Ibrahim AS pergi ke Makkah untuk mengunjungi putranya yaitu Ismail di tempat yang dianggapnya masih asing untuk menghilangkan rasa rindu pada puteranya yang sangat disayanginya dan juga untuk menenangkan hatinya yang selalu risau jika mengingat keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkannya di tempat yang tandus.

Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim AS memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan bahwa kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang "milik siapakah ternak sebanyak ini?" maka dijawabnya: "Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga."

Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim AS yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim AS melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:


فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ اْلسَعْىَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّى أَرَى فِى اْلمَنَامِ أَنِّى أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِى إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ (۱۰۲)


Yang artinya:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
(QS: As-Shaffat: 102) 




Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah, datanglah setan sambil berkata, "Ibrahim, kamu orang tua macam apa?" "Apa kata orang nanti, anak saja disembelih?" "Apa kata orang nanti?" "Apa tidak malu?" "Tega sekali, anak satu-satunya disembeli!" "Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!" "Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!" "Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia." Nabi Ibrahim AS sudah mempunyai tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, "Bismillahi Allahu Akbar." Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh nabi Ibrahim AS sewaktu mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan, "Bismillahi Allahu akbar." Dan hal ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni Melempar Jumrah.
 

Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau di leher putranya, Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat di tangannya, agar tidak muncul suatu kesan dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa. Ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya. Nabi Ibrahim AS memantapkan niatnya dan nabi Ismail AS pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmanNya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka.


Sebagai imbalan atas keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan menggantinya dengan hewan sembelihan untuk dikurbankan, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an sebagai berikut:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ (۱۰۷)

Yang artinya:
"Dan Kami tebus anak itu dengan sembelihan yang besar."
(QS: As-Shaffat: 107) 

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى اْلآخِرِيْنَ (۱۰۸)


Yang artinya:
"Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian."
(QS: As-Shaffat: 108)

سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ (۱۰۹)

Yang artinya:
"Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim."
(QS: As-Shaffat: 109) 

كَذَالِكَ نَجْزِى اْلمُحْسِنِيْنَ (۱۱۰)

Yang artinya:
"Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik."
(QS: As-Shaffat: 110) 

Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, malaikat Jibril alaihissalam kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar." nabi Ibrahim AS menjawab "Laailaha illahu Allahu Akbar." Yang kemudian disambung oleh nabi Ismail AS "Allahu Akbar Walillahil Hamdu."

Illustrasi Hewan Qurban
======================
- Jibril Alaihissalam: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar."
- Ibrahim Alaihissalam: "Laailaha illallahu wAllahu Akbar."
- Ismail Alaihissalam: "Allahu Akbar walillahil hamd."

2.3. IKHWAL PEMBANGUNAN KA'BAH

Diceritakan bahwa setelah melakukan ujian pertama yang berat dan lulus serta diterima Allah, maka nabi Ibrahim AS pamit untuk pergi lagi guna menyebarkan ajarannya. Perpisahan terjadi lagi antara mereka. Setelah sekian lama berada ditempat lain nabi Ibrahim AS mendapat wahyu dari Allah agar membangun Ka'bah di Makkah. Setelah mendapat wahyu itu bergegaslah nabi Ibrahim kembali menemui anak dan isterinya di Makkah.


Nabi Ibrahim AS menjelaskan ikhwal mimpinya kepada nabi Ismail AS. Nabi Ismail AS mendukung perkataan ayahnya. Sebab ia mengetahui bahwa apa yang dikatakan ayahnya merupakan wahyu dari Allah. Dan ini juga merupakan ujian bagi kedua insan itu. Nabi Ibrahim AS menunjukkan tempat yang hendak dijadikan berdirinya Baitullah itu. Dalam mimpinya ia disuruh Allah untuk mendirikan Ka'bah di dekat sumur Zamzam. Maka akhirnya keduanya berangkat menuju ke tempat yang telah ditunjuk nabi Ibrahim AS.

Batu yang besar-besar dan sudah berbentuk diangkat dan diletakkan oleh kedua nabi itu dengan tangannya sendiri. Sedikit demi sedikit, akhirnya bangunan itupun berdiri dengan megahnya. Setiap selesai mengerjakan pekerjaan mereka selalu berdoa kepada Allah. "Ya Allah, ya Tuhan kami, terimalah persembahan kami, Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan patuh kepadaMu". 





Di bagian tertentu kedua anak dan bapak itu meletakkan batu besar yang berwarna hitam mengkilat. Sebelum diletakkan pada lempatnya terlebih dahulu diciumnya batu itu sambil mengelilingi bangunan Ka'bah yang telah berdiri megah. Batu itu dinamakan Hajar Aswad. Mencium batu dan berkelilingnya nabi Ibrahim AS beserta anaknya nabi Ismail AS kini sudah menjadi rukun haji. Sebab dengan adanya perbuatan keliling dan mencium batu itu secara tidak langsung menghormati nabi Ibrahim AS dan nabi Ismail AS yang telah membangun Ka'bah dengan tangannya sendiri.
 

Kegiatan ini dilukiskan dalam Al-Qur'an, sebagai berikut:

 Yang artinya:
"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh."
(QS: Al-Hajj: 27)


Yang artinya:
"Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir."
(QS: Al-Hajj: 28)




3. MAKNA IDUL ADHA ATAU IDUL QURBAN

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itu membuat nabi Ibrahim AS menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim AS bersama Nabi Ismail AS di atas, bagi kita harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandung pembelajaran paling tidak pada tiga hal:

Pertama, KETAKWAAN
Pengertian taqwa terkait dengan ketaatan seorang hamba kepada Sang Khalik dalam menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Koridor agama (Islam) mengemas kehidupan secara harmoni seperti halnya kehidupan dunia-akhirat. Bahwa untuk meraih kehidupan yang baik (hasanah) di akhirat kelak perlu melalui kehidupan di dunia yang merupakan ladang untuk memperbanyak kebajikan dan memohon ridhoNya agar tercapai kehidupan dunia dan akhirat yang hasanah. Sehingga kehidupan di dunia tidak terpisahkan dari upaya meraih kehidupan hasanah di akhirat nanti. Tingkat ketakwaan seseorang dengan demikian dapat diukur dari kepeduliannya terhadap sesamanya. Contoh seorang wakil rakyat, baik itu eksekutif maupun legislatif, yang memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi tentu tidak akan memanfaatkan wewenang yang dimilikinya untuk memperkaya dirinya sendiri bahkan orang seperti ini akan merasa malu jika kehidupannya lebih mewah dari pada rakyat yang diwakilinya. Kesiapsediaan nabi Ibrahim AS untuk menyembelih anak kesayangannya atas perintah Allah menandakan tingginya tingkat ketakwaan Nabi Ibrahim, sehingga tidak terjerumus dalam kehidupan hedonis (duniawi) sesaat yang sesat. Lalu dengan kuasa Allah ternyata yang disembelih bukan Ismail melainkan hewan qurban. Peristiwa ini pun mencerminkan Islam sangat menghargai nyawa dan kehidupan manusia, Islam menjunjung tinggi peradaban manusia.


Kedua, HUBUNGAN ANTAR SESAMA MANUSIA
Ibadah-ibadah umat Islam yang diperintahkan Tuhan senantiasa mengandung dua aspek tak terpisahkan yakni kaitannya dengan hubungan kepada Allah (hablumminallah) dan hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas). Ajaran Islam sangat memperhatikan solidaritas sosial dan mengejawantahkan sikap kepekaan sosialnya melalui media ritual tersebut. Saat kita berpuasa tentu kita merasakan bagaimana susahnya hidup seorang dhu'afa yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari saja sulit. Lalu dengan menyembelih hewan qurban dan membagikannya kepada kaum tak berpunya itu merupakan salah satu bentuk kepedualian sosial seorang muslim kepada sesamanya yang tidak mampu. Kehidupan saling tolong menolong dalam kebaikan merupakan ciri khas ajaran Islam. Hikmah yang dapat dipetik dalam konteks ini adalah seorang Muslim diingatkan untuk siap sedia berqurban demi kebahagiaan orang lain khususnya mereka yang kurang beruntung, waspada atas godaan dunia agar tidak terjerembab perilaku tidak terpuji seperti keserakahan, mementingkan diri sendiri, dan kelalaian dalam beribadah kepada Sang Pencipta.


Ketiga, PENINGKATAN KUALITAS DIRI
Hikmah ketiga dari ritual keagaamaan ini adalah memperkokoh empati, kesadaran diri, pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang Muslim. Akhlak terpuji dicontohkan Nabi seperti membantu sesama manusia dalam kebaikan, kebajikan, memuliakan tamu, mementingkani orang lain (altruism) dan senantiasa sigap dalam menjalankan segala perintah agama dan menjauhi hal-hal yang dilarang. Dalam Al Quran disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung (QS Al-Qalam: 4). Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting merupakan "buah" dari pohon Islam berakarkan aqidah dan berdaun syari'ah. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Sebaliknya, akhlak tercela dipastikan berasal dari orang yang bermasalah dalam keimanannya yang merupakan manisfestasi dari sifat-sifat syaitan dan iblis.


Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahun yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta-juta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail AS.

Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu Wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.


Wukuf di Arafah

Alhajju arafat


Wassalam
==============
Jika ada hal-hal yang tidak sesuai atau menyimpang dari pokok bahasan, mohon kiranya dikoreksi sebagai bahan masukan untuk perbaikan.
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Barakallahu fiikum.