Selasa, 16 Oktober 2012

BAB I. KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
2. Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat    mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan; 
3. Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan; 
4. Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan;
5. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
6. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
7. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan;
8. Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan;
9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan di tingkat pusat berada pada Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan di tingkat daerah berada pada Gubernur;
10. Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
11.Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisis penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
12.Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
13. Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;
14.Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa atau Gubernur Kepala daerah Khusus Ibukota Jakarta;

Pasal 2

(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan.
(2) Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.
(3) Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal, terpadu atau kegiatan dalam kawasan.

Pasal 3

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya; 
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h. penerpan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup;
i. kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi pertahan negara.
(2) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen yang terkait.
(3) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun.
(4) Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
(5) Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan setelah mempertimbangkan masukan dari instansi yang bertanggung jawab.

Pasal 4

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan tidak diwajibkan membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi.
(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan untuk melakukan  pengendalian dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kawasan.

Pasal 5

(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :
a.  jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b.  luas wilayah persebaran dampak;
c.  intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d.  banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
e.  sifatnya kumulatif dampak;
f.   berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak. 

Pasal 6

(1) Analisis mengenai dampak lingkunga hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) tidak perlu dibuat bagi rencana usaha dan/atau kegiatan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat.
(2) Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang  membidangi usaha dan/aytau kegiatan yang bersangkutan menetapkan telah terjadinya suatu keadaan darurat.

Pasal 7

(1) Analisis mengenai damapk lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Pemohon izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang  berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) yang diberikan instansi yang bertanggung jawab.
(3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup  sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkannya. 
(4) Kententuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemrakarsa, dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.


PEMBUKAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR  4 TAHUN 2009 
TENTANG 
PERTAMBANGAN MINERAL DAN  BATUBARA 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA  ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :  
a. bahwa  mineral  dan batubara  yang  terkandung  dalam wilayah  hukum  pertambangan  Indonesia merupakan kekayaan alam  tak terbarukan  sebagai  karun.ia  Tuhan Yang  Maha  Esa  yang  mempunyai peranan  penting  dalam memenuhi  hajat  hidup  orang  banyak,  karena  itu pengelolaannya harus dikuasai  oleh Negara untuk memberi nilai  tambah  secara  nyata  bagi  perekonomian nasional dalam  usaha  mencapai  kemakmuran  dzn  kesejahteraan rakyat secara berkeadilan; 
b. bahwa  kegiatan  usaha  pertambangan  mineral  dan batubara  yang  merupakan  kegiatan  usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak  dan gas bumi serta  air tanah mempunyai  peranan  penting  dalam  memberikan  nilai tambah  secara  nyata kepada  pertumbuhan  ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan;
c. bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun  internasional, Undang-Undang Nomor  11 Tahun 1967  t.entang  Ketentuan-Ketentuan  Pokok  Pertambangan sudah  tidak  sesuai  lagi sehingga  dibutuhkan  perubahan peraturan  perundang-undangan  di bidang  pertambangan mineral  dan batubara  yang  dapat  mengelola  dan mengusahakan  potensi  mineral  dan  batubara  secara mandiri,  andal,  transparan,  berdaya  saing,  efisien,  dan benvawasan  lingkungan,  guna  menjamin  pernbangunan nasional secara berkelanjutan; 
d. bahwa berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana  dimaksud dalam huruf  a, huruf  b,  dan  huruf  c,  perlu membentuk Undang-Undarig  tentang  Pertambangan  Mineral  dan Batubara; 

Mengingat:  Pasal  5  ayat  ( I ) ,  Pasal  20  dan  Pasal  33  ayat  (2) dan  ayat  (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 

Dengan Persetujuan Bersama 

DEWAN  PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
dan 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
MEMUTUSKAN: 

Menetapkan:  UNDANG-UNDANG  TENTANG  PERTAMBANGAN  MINERAL DAN  BATUBARA






Jumat, 12 Oktober 2012

EKSPLORASI PASIR BESI

Eksplorasi merupakan penyelidikan awal di bidang pertambangan yang bertujuan untuk mengetahui potensi mineral atau bahan galian di suatu wilayah penelitian. Hasil suatu eksplorasi biasanya berupa karakteristik bahan tambang, sebaran mineral atau jumlah cadangan mineral.
Pada eksplorasi geofisika, biasanya digunakan beberapa metoda seperti Metoda Geolistrik (Geoelectric), Metoda Magnetik, Metoda Gravitasi dan Seismik. Masing-masing metoda diterapkan sesuai dengan obyek bahan galian yang akan diselidiki. Misalnya, Metoda Geolistrik sangat cocok untuk mengetahui potensi air tanah (Ground Water). Metoda ini juga dapat diterapkan untuk eksplorasi mineral seperti Bijih Besi dan Mangan. Akan tetapi akurasinya rendah disebabkan karena nilai resistivitas skala laboratorium untuk beberapa jenis mineral berbeda dengan skala lapangan. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh struktur batuan. Contoj lainnnya adalah Metoda Magnetik, cocok digunakan untuk eksplorasi mineral magnetis seperti Bijih Besi yaitu Magnetit dan Hematit. Metoda ini didasarkan pada nilai anomali medan magnet bumi di suatu kawasan obyek survei. Sebagaimana diketahui bahwa bumi memiliki sifat seperti magnet (dwi kutub) yaitu Kutub Utara dan Kutub Selatan.
Dalam artikel ini akan diulas secara singkat mengenai eksplorasi mineral dengan Metoda Magnetik atau biasa juga disebut sebagai Metoda Geomagnetik. Untuk memahami Metoda Geomagnetik, ada baiknya diulas secara ringkas beberapa teori dasar tentang kemagnetan dan beberapa kajian yang berkaitan dengannya.

I. KEGIATAN PEKERJAAN LAPANGAN
2. Pengukuran Topografi,
3. Geofisika (Geomagnetik),
4. Pemboran (Drilling),
5. Pembuatan Sumur Uji (Test Pit).


1. Pemetaan Geologi;
Dalam penyelidikan Pasir Besi meliputi pemetaan batas pasir pantai dengan litologi lainnya, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai sebaran Pasir Besi.

Dilakukan untuk menggambarkan morfologi pantai dan perencanaan penempatan titik-titik lokasi pemboran dan sumur uji serta lintasan geofisika.
Uraian kegiatan yang dilakukan dalam pengukuran topografi adalah sebagai berikut:
a). Penempatan koordinat titik awal pengukuran pada punggungan Sand Dune,
b). Pembuatan garis sumbu utama (Base Line) dan
c). Pengukuran siku-siku untuk garis lintang (Cross Line).
Garis sumbu utama diusahakan searah dengan garis pantai dan garis-garis lintang yang merupakan tempat kedudukan titik bor, arahnya dibuat tegak lurus terhadap sumbu utama dengan interval jarak tertentu.

Metoda geofisika yang digunakan dalam bahasan ini adalah Metoda Geomagnetik yang meliputi Aeromagnetic dan Groundmagnetic, namun jarang diterapkan. Tujuan dari penerapan metoda ini adalah untuk mencari sebaran anomali magnetik daerah pantai yang dieksplorasi.

Pemboran dimaksudkan untuk mengambil conto-conto Pasir Besi pantai baik yang ada di atas permukaan laut maupun yang berada dibawahnya.
Pekerjaan pemboran Pasir Besi dilakukan dengan menggunakan Bor Dangkal baik yang bersifat manual (Doomer) maupun bersifat semi mekanis. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a). Penentuan lokasi titik bor,
b). Setting alat bor,
c). Pembuatan lubang awal dilakukan dengan menggunakan mata bor jenis Ivan sampai batas permukaan air tanah,
d). Setelah menembus lapisan air tanah, pemboran dilakukan dengan menggunakan Casing yang didalamnya dipasang Bailer,
e). Pemboran dihentikan sampai batas batuan dasar.
Pengambilan conto Pasir Besi yang terletak di atas permukaan air tanah diambil dengan sendok pasir (Sand Auger) jenis Ivan berdiameter 2.5 inch, sedangkan conto pasir yang berada di bawah permukaan air tanah dan bawah permukaan air laut diambil dengan Bailer yang dilengkapi dengan Ball Valve. Conto-conto diambil untuk setiap kedalaman 1.5 meter atau setiap 1 meter dan dibedakan antara conto dari horizon A, conto horizon B dan conto dari horizon C.
Pola pemboran (Drilling Pattern) dan interval titik bor yang digunakan pada kegiatan seperti ini disesuaikan dengan tahapan survei, sebagai contoh pada tahapan eksplorasi rinci atau detail digunakan pola pemboran dengan interval 100 m x 20 m.

Pada umumnya dilakukan pada Pasir Besi Undak Tua yang telah mengalami kompaksi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengambil conto-conto  Pasir Besi pantai sampai pada kedalaman tertentu sampai mencapai permukaan air dan untuk mengetahui profil/ penampang tegak perlapisan Pasir Besi. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a). Penentuan lokasi sumur uji,
b). Penggalian dengan luas bukaan sumur 1.5 m x 1.5 m,
c). Bila terjadi runtuhan maka dibuat penyangga,
d). Pembuatan sumur dihentikan apabila telah mencapai permukaan air atau telah mencapai batuan dasar.
Pengambilan conto Pasir Besi dari Sumur Uji diambil dengan interval setiap 1 meter menggunakan Metoda Channel Sampling, dengan ukuran 5 cm x 10 cm.

6. Preparasi Conto;
Proses preparasi di lapangan untuk conto bor dan sumur uji dapat dilakukan dengan dua (2) metoda yaitu Increment dan Riffle Splitter. Conto yang diambil harus homogen dari setiap interval kedalaman. Dengan pengambilan yang cukup representatif akan menjamin ketelitian dalam analisa kimia, perhitungan sumber daya atau cadangan dari endapan Pasir Besi pantai. Pengambilan conto-conto tersebut didasari oleh prosedur baku dalam eksplorasi endapan PAsir Besi pantai.
Kegiatan yang dilakukan dalam proses preparasi dengan Metoda Increment mengacu pada Japan Industrial Standard (JIS), yaitu:

- Metoda Increment;
a). Conto pasir hasil pemboran atau sumur uji ditampung pada suatu wadah dan diaduk hingga homogen,
b). Conto tersebut di atas dimasukkan dalam kotak Increment, diratakan dan dibagi dalam garis kotak-kotak,
c). Conto direduksi dengan menggunakan sendok Increment dari kotak Increment, dari tiap-tiap kotak ditampung dalam kantong conto,
d). Conto hasil reduksi kemudian dikeringkan,
e). Conto yang sudah dikeringkan dari tiap-tiap interval dibagi menjadi 3 bagian. Satu bagian untuk conto individu, satu bagian untuk conto komposit dan satu bagian untuk duplikat,
f). Satu bagian dari conto dari tiap interval digabungkan dengan interval lainnya menjadi conto komposit.

- Metoda Riffle Splitter;
a). Conto pasir hasil pemboran atau sumur uji ditampung pada suatu wadah dan diaduk hingga homogen, kemudian dikeringkan,
b). Conto yang telah kering direduksi dengan Riffle Splitter hingga mendapatkan berat yang diinginkan (sekitar 3 kg),
c). Conto yang sudah mengalami Splitting dari tiap-tiap interval dibagi menjadi 3 bagian. Satu bagian untuk conto individu, satu bagian untuk conto komposit dan catu bagian untuk duplikat.
d). Satu bagian conto dari tiap interval digabungkan dengan interval lainnya menjadi conto komposit.

7. Penentuan Persentase Kemagnetan (MD);
Diawali dengan pemisahan mineral magnetik dengan non-magnetik, sebagai berikut:
a). Hasil preparasi conto dilapangan sebanyak 1 kg, direduksi hingga sekitar 100 gr menggunakan Splitter (conto hasil reduksi),
b). Conto hasil reduksi ditaburkan dalam suatu tempat secara merata,
c). Pemisahan dilakukan dengan menggerakkan magnet batang 300 Gauss berulang-ulang minimal 7 kali di atas selembar kaca setebal 2 mm yang dibawahnya bertabur conto pasir untuk mendapatkan conto konsentrat yang cukup bersih. Jarak antara magnet batang dengan lapisan pasir harus dibuat tetap untuk menghindari perbedaan kuat medan magnet.
d). Konsentrat yang diperoleh dari pemisahan magnet, ditimbang dalam satuan gram. Dengan membandingkan berat konsentrat dan berat conto hasil reduksi, maka didapat harga persentase magnetik dengan rumus:
Berat Konsentrat = (MD : berat conto hasil reduksi) x 100%

8. Penentuan Berat Jenis (Insitu);
Penentuan berat jenis insitu dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a). Penghitungan volume conto dari bor berdasarkan perhitungan volume bagian dari Casing dengan rumus sebagai berikut:
V = phi x r^2 x t
Dimana:
     V = Volume conto
     Phi = Konstanta (3.14)
     r = Jari-jari bagian dalam Casing
     t = Ketinggian conto dalam Casing
b). Penentuan berat dengan cara menimbang setiap interval conto.

II. KEGIATAN SETELAH PEKERJAAN LAPANGAN
1. Analisa Laboratorium;
Analisa laboratorium dilakukan terhadap conto-conto setelah dikumpulkan. Pekerjaan analisa laboratorium meliputi Analisa Kimia dan Analisa Fisika.
Analisa kimia dilakukan terhadap conto individu untuk mengetahui kandungan unsur konsentrat, antara lain Fe (tot) (FeO dan Fe2O3, Fe3O4) dan Titan.
Analisa kimia dapat dilakukan dengan beberapa metoda, antara lain AAS, Volumetrik, XRF dan ICP.
Analisa Fisika yang dilakukan antara lain analisa mineral butir, analisa ayak, analisa sifat magnetik dan berat jenis. Analisa butir dilakukan untuk mengetahui jenis dan persen berat mineral baik untuk fraksi magnetik maupun non-magnetik conto yang dianalisa mineral butir berasal dari conto komposit, yang mewakili wilayah/ blok pemboran. Analisa ayak dimaksudkan untuk mengetahui ukuran butiran Pasir Besi yang dominan. Analisa ayak dilakukan terhadap conto pilihan berasal dari bagian-bagian blok interval dalam bentuk conto komposit berat 500 gra yang dibagi menjadi 6 fraksi, yaitu:
a). Butiran yang lebih besar +2 mm atau +10 mesh,
b). Butiran antara -2 + 1mm atau -10 + 18 mesh,
c). Butiran antara -1 + 1/2 mm atau -18 + 35 mesh,
d). Butiran antara -1/2 + 1/4 mm atau - 35 + 72 mesh,
e). Butiran antara -1/4 + 1/8 mm atau - 72 + 150 mesh, dan
f). Butiran yang lebih kecil dari -1/8 mm.
Masing-masing fraksi jumlahnya dinyatakan dalam persen berat yang dapat digambarkan dalam bentuk diagram balok sehingga sebaran fraksi Pasir Besi yang dominan dapat diketahui. Analisa berat jenis dimaksudkan untuk mengetahui berat jenis Pasir Besi. Analisa dilakukan dengan cara conto asli (Crude Sand) seberat 100 gram dimasukkan ke dalam air yang diketahui volumenya di dalam gelas ukur. Untuk memudahkan perhitungan ditetapkan volume 200 CC, apabila kenaikan air menjadi "A" CC, maka volume pasir yang dimasukkan = A - 200 CC.
Jadi;
Berat Jenis = 100 / (A - 200) gram/CC

2. Pengolahan Data;
Dari hasil pengamatan dan analisa laboratorium diolah dan ditafsirkan secara saksama untuk memebrikan gambaran tentang kondisi geologi daerah penelitian yang berkembang dari aspek genetik, posisi, hubungan serta distribusinya.
Data hasil analisa MD dan pemboran dibuat profil penyebaran endapan Pasir Besi terhadap sumbu panjang (sejajar pantai) dan sumbu pendek (tegak lurus pantai) dan Isograde. Lokasi-lokasi pengambilan conto diplot dalam peta topografi (Topography Map) hasil pengukuran (peta lokasi pengambilan conto) dan Peta Isograde).
Peta-peta yang dihasilkan bertujuan untuk keperluan penambangan, misalnya Peta Isograde dan Peta Topo serta Penampang Tegak (Cross Section) sebaran bijih besi ke arah kedalaman baik sejajar garis pantai maupun yang memotong tegak lurus garis pantai. Bentuk-bentuk gumuk pasir baik yang Front maupun Back Dunes secara rinci.

Perhitungan sumber daya secara manual dilakukan dengan beberapa metoda, antara lain:
a). Metoda Daerah Pengaruh (Area of Influence)
C = (L x t) x MD x SG
Dimana:
     C = Sumber daya (ton)
     L = Luas daerah pengaruh (m2)
     t = Tebal rata-rata endapan Pasir Besi (m)
     MD = Persentase kemagnetan (%)
     SG = Berat jenis (ton/m3)

b). Metoda Geostatistik
Metoda ini digunakan untuk membantu dalam perhitungan estimasi sumber daya/ cadangan endapan bahan galian dimana nilai conto merupakan realisasi fungsi acak (Statistic Spatial). Pada hipotesis ini, conto merupakan suatu fungsi dari posisi dalam cebakan dan posisi relatif conto dimasukkan dalam pertimbangan. Kesamaan nilai-nilai conto yang merupakan fungsi jarak conto serta yang saling berhubungan ini merupakan dasar teori Statistic Spatial. Metoda ini jarang dilakukan dalam perhitungan estimasi sumber daya/ cadangan Pasir Besi.
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan spasial antara titik-titik di dalam cebakan, maka harus diketahui fungsi strukturalnya yang dicerminkan oleh model semi variogramnya.
Menetapkan model semi variogramnya merupakan langkah awal dalam perhitungan geostatistik, selanjutnya dengan perhitungan varian estimasi, varian dispersi, varian krigging dan lain-lain.
Metoda Geostatistik yang diguanakan dalam eksplorasi Pasir Besi adalah varian estimasi. Pada metoda ini estimasi suatu cadangan dicirikan oleh suatu ekstensi/ pengembangan satu atau beberapa harga yang diketahui terhadap daerah sekitarnya yang tidak dikenal. Suatu harga yang diketahui (diukur pada conto inti atau pada suatu blok) diekstensikan terhadap bagian-bagian yang diketahui pada satu endapan bijih.
Ada beberapa cara estimasi yang sudah dikenal pada kegiatan pertambangan, antara lain:
- Estimasi kadar rata-rata suatu cadangan bijih berdasarkan rata-rata suatu kadar yang didapat dari analisis conto pemboran (Drilling)/ sumur uji (Test Pit).
- Estimasi endapan bijih pada suatu tambang atau blok-blok penambangan dengan menggunakan Sistem Poligon sebagai daerah pengaruh yang antara lain didasari oleh titik-titik pengamatan berikutnya, pembobotan secara proporsional yang berbanding terbalik dengan jarak dan lain-lain.
Tujuan dari penggunaan metoda ini antara lain untuk memperoleh gambaran tiga dimensi (3D) dari bentuk endapan Pasir Besi. Pada penerapannya untuk perhitungan dalam geostatistik umumnya memerlukan bantuan komputer. Geoplan merupakan perangkat lunak yang diperlukan dalam paket perhitungan variogram. Selain itu juga digunakan perangkat lunak program KRIG3D yang merupakan paket program krigging, varian estimasi dan varian dispersi.

Rabu, 10 Oktober 2012

TRIPLE WORLD: SEKILAS TENTANG ENDAPAN NIKEL LATERIT

TRIPLE WORLD: SEKILAS TENTANG ENDAPAN NIKEL LATERIT: Batuan induk bijih   nikel   adalah batuan   peridotit . Menurut   Vinogradov   batuan   ultra basa   rata-rata mempunyai kandungan nike...

Terima kasih telah mengunjungi blog ini.

PROSES PENGOLAHAN PASIR ATAU BIJIH BESI

Bahan baku utama adalah Bijih Besi (Iron Ore) atau pasir besi (Iron Sand). Umumnya terdapat di alam Indonesia dengan kadar besi (Fe) berkisar antara 35% - 40% berbentuk besi oksida hematite (Fe2O3) dan bercampur dengan material ikutan seperti SiO2, Al2O3, CaO, MgO, TiO2, Cr2O3, NiO2, P, S dan H2O.
Untuk meningkatkan kadar besi (Fe) hingga 60% - 65% diperoleh melalui tahapan proses sebagai berikut:

1. Proses Penghancuran (Crushing);
Bahan baku dalam bentuk batuan atau pasir dihancurkan sampai ukuran menjadi mesh 10. Dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan dari material sehingga memudahkan untuk proses selanjutnya.

2. Proses Penghalusan (Grinding);
Dimaksudkan agar butiran halus Bijih Besi lebih banyak lagi terpisah dengan kotoran atau mineral-mineral ikutan yang tidak diinginkan. Proses ini sampai menghasilkan ukuran 120 mesh.

3. Proses Pemisahan (Magnetic Separator);
Untuk memisahkan material logam dan non-logam dengan pencucian menggunakan air dalam mesin silinder yang dilapisi magnet. Apabila Bijih Besi tersebut banyak mengandung Hematit (Fe2O3) atau Magnetit (Fe3O4) akan terpisah sempurna sehingga kemurnian dari oksida besi meningkat.

4. Proses Pemanggangan (Roasting);
Proses ini dilakukan pada material Bijih Besi yang banyak mengandung bijih Hematit (Fe2O3) diubah menjadi Magnetit (Fe3O4) yang mempunyai daya magnet lebih kuat sehingga terpisah antara material yang non-magnet dan dihasilkan kadar Fe sampai 65%.

5. Proses Kalsinasi (Rotary Dryer);
Proses ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam material. Material diumpankan ke silinder yang berputar dengan arah yang berlawanan (counter current) dihembuskan gas panas dari Burner dengan temperature antara 200 – 300 derajat celcius.

6. Proses Pembuatan Pellet (Pan Palletizer);
Sebelum material masuk kea lat ini, material Bijih Besi terlebih dahulu dicampur dalam alat Mixer Agitator dengan komposisi tertentu kemudian ditambahkan Batubara dan Bider Bentonit dengan tujuan agar konsentrat Besi Oksida halus dapat merekat membentuk gumpalan-gumpalan (aglomerasi) yang disebut pellet basah (Green Pallet) yang mempunyai kekuatan yang cukup kuat untuk dapat dibawa ke proses selanjutnya, sedangkan Batubara fungsinya untuk meningkatkan kadar besi dengan cara proses reduksi dari internal pada proses selanjutnya.
Prinsip kerja dari alat ini adalah proses aglomerasi konsentrat bijih besi yang telah bercampur Batubara dan Binder Bentonit dimasukkan secara terus menerus ke dalam mesin pelletizing yang berbentuk setengah drum (bejana) yang berputar dengan kecepatan dan sudut kemiringan tertentu sambil disemprotkan air secara kontinyu.
Akibat perputaran ini terjadilah gaya sentrifugal yang menyebabkan pertikel-partikel halus saling mendekat dan menekan satu sama lain sehingga terbentuklah gumpalan-gumpalan pellet basah (Green Pallet) sampai ukuran diameter 12 mm dan mempunyai kuat tekan 5 kg/pellet dan kuat jatuh 5 kali. Hal ini diperlukan agar tidak mudah pecah selama proses handling atau transportasi ke proses berikutnya.

7. Proses Reduksi (Rotary Kiln);
Proses ini bertujuan untuk memurnikan kandungan Besi Oksida menjadi Besi Murni dengan cara proses reduksi external dengan gas alam (gas CO) dan reduksi internal dari Batubara.
Dengan temperature 1700 DC akibat dari proses ini material Oksida Besi akan terpisah membentuk Besi Murni (Fe 92%) dan oksidanya membentuk gas CO2.
Prinsip kerjanya material berbentuk pallet diumpankan ke silinder yang berputar dengan RPM dan sudut kemiringan tertentu kemudian dihembuskan gas panas  dari arah berlawanan (counter current) kemudian dari titik-titik tertentu disemprotkan gas CO dari gas alam sehingga akan terjadi proses reduksi internal maupun eksternal. Kemudian material tersebut didinginkan dipendingin (Cooler) sampai temperature 60 DC dan siap untuk dikemas atau dicurah.
Hasil yang keluar dari alat ini sudah merupakan produk Sponge Iron yang berupa Pellet dengan kualitas sesuai produk standar ASTM, JIS, DIN dan mempunyai kekuatan tekan 250 mpa dengan diameter 12 sampai 15 mm.

8. Produk Pig Iron;
Hasil pellet (Green Pallet) yang dihasilkan dari proses Pelletizer dimasukkan dalam tungku (Blast Furnace) dimasukkan larutan Kapur, gas CO sebagai zat pereduksi dengan temperature tertentu, kemudian akan mengalami proses pelelehan (Melting) sehingga terpisah antara kandungan yang banyak mengandung logam besi (Fe) dan akan terpisah karena perbedaan berat jenis dari kotorannya (Slag), kemudian kandungan besinya akan masuk ke mesin Casting (cetak) sesuai kebutuhan dengan kandungan besi (Fe) total 95% dalam produk jadi Pig Iron.