Senin, 04 Juli 2016

ZAKAT DALAM ISLAM

Materi Konsep Zakat dalam Islam, mengenai zakat klasik dan zakat kontemporer dapat menambah wawasan kita bersama. Dan semoga diberi kesuburan dan tambahan atas segala keikhlasan kita atas zakat yang telah dikeluarkan.


 
I. TINJAUAN UMUM ZAKAT
Islam adalah agama suci dan Allah SWT menghendaki agar para pemeluknya (kaum muslimin) memiliki kesucian, sebab tidak akan bisa masuk surga kecuali orang-orang yang suci. Kesucian yang dituntut dalam Islam bersifat komprehensif atau dalam segala hal, baik lahir maupun batin. Syari`at zakat yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya Saw yang terdiri atas zakat maal (harta) dan zakat fithri (jiwa) merupakan suatu bentuk upaya dalam rangka penyucian harta dan jiwa kaum muslimin.

A. Definisi Zakat
Menurut Bahasa
Kata “zakat” diambil dari Bahasa Arab yang berasal dari kata zakkaa-yuzakkii-tazkiyatan-zakaatan yang artinya menyucikan. Selain itu, zakat juga berarti barakah (keberkahan), namaa’ (pertumbuhan dan perkembangan), thaharah (kebersihan), dan shalah (keberesan dan amal shalih).

Menurut Istilah
Zakat adalah penunaian hak yang yang diwajibkan atas harta tertentu yang diperuntukkan bagi orang tertentu, yang kewajibannya didasari oleh haul (batas waktu satu tahun) dan nishab (batas ukuran minimum). Al-Hafidz Ibnu Hajar mendefinisikan zakat adalah memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang sudah sampai nishab selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya (mustahiq zakat) yang bukan dari keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthalib.

B. Zakat Merupakan Ibadah
Ibadah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam rangka mentaati Allah SWT. Harta zakat yang dikeluarkan oleh muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) adalah dalam rangkan mentaati Allah SWT untuk menggapai keridhaan-Nya. Karena itu pada hakekatnya zakat adalah ibadah. Selain salah satu dari rukun Islam, zakat juga dapat digunakan sebagai parameter ketaatan seseorang kepada Allah SWT.

Zakat merupakan indikator dari keislaman seseorang (QS.9: 5), persaudaraan muslim (QS.9: 11), mukmin yang sukses dan bahagia (QS.23: 1-4), orang-orang yang berhak memakmurkan masjid (QS.9: 18), orang yang akan mendapatkan pertolongan Allah (QS.22: 40-41), orang yang benar-benar bertaqwa (QS.2: 177), orang yang mendapatkan rahmat Allah (QS.9: 71), dan orang yang akan mendapatkan ampunan Allah (QS.5: 12).

C. Hukum Menunaikan Zakat
Zakat hukumnya wajib bagi setiap muslim yang sudah memenuhi syarat kewajibannya untuk mengeluarkan sebagian harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Karena zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang lima, dan zakat merupakan pilar Islam yang agung. Kewajiban zakat ini terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, dengan dilengkapi keterangan berdasarkan Ijma’ ulama.
Allah SWT berfirman yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al-Bayyinah: 5).
Rasulullah Saw bersabda yang artinya, “Islam dibangun di atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Awalnya, ketika Rasulullah masih berada di Mekkah, zakat diwajibkan secara mutlak tanpa ada batasan dan rincian yang jelas (QS. Al-Dzariyat: 19), kemudian setelah tahun ke-2 H. Allah menerangkan soal hukum zakat secara lebih rinci (Macam harta, kadar nishab dan jumlah yang harus dikeluarkan zakatnya), lalu setelah tahun ke-9 H. (ketika sudah banyak wilayah yang masuk Islam) Rasulullah mengirim petugas ke-wilayah-wilayah Islam untuk memungut zakatnya.

D. Jenis Zakat
Zakat dibagi dalam dua jenis, yaitu: zakat nafs (jiwa) atau yang lazim disebut zakat fitri (zakat fitrah) dan zakat maal (harta).

Zakat Fitrah 
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim kaya atau miskin, laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, bahkan bayi yang baru lahir, sebelum memasuki Hari Raya Idul Fitri, atau tepatnya sebelum dilaksanakan Shalat Idul Fitri. Jumlah zakat yang dikeluarkan sebanyak 2,5 kg atau 3,5 liter makanan pokok masyarakat setempat.
Kata fitri diambil dari kata fitrah, yakni asal-usul penciptaan jiwa manusia, sehingga setiap jiwa yang lahir ke dunia wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. (Kajian tentang zakat fitrah ini dibahas pada bagian tersendiri).

Zakat Maal (Harta) 
Pengertian maal menurut terminologi bahasa adalah segala sesuatu yang selalu diinginkan oleh manusia untuk disimpan, dimiliki dan dimanfaatkan. Sedangkan menurut istilah syari’ah, maal adalah segala macam benda (materi) berupa kekayaan yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat dipergunakan atau dimanfaatkan menurut kelazimannya.
Artinya, segala sesuatu baru dapat dikatakan sebagai harta kekayaan jika bisa dimiliki, dihimpun, dikuasai, disimpan dan bisa dimanfaatkan, seperti rumah, pabrik, mobil, uang, emas-perak, hasil perkebunan, hasil peternakan, hasil pertanian, hasil pertambangan dan lainnya. (Kajian tentang zakat harta inilah yang dibahas pada tulisan ini).

II. ZAKAT FITRAH
Istilah zakat fitrah dalam syari`at Islam lebih dikenal dengan sebutan zakat al-fithri atau shadaqah al-fithri. Makna zakat fitrah adalah shadaqah yang wajib ditunaikan dengan sebab fithri (berbuka) dari puasa Ramadhan. Dengan kata lain, zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan pada setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri sebelum dilaksanakannya shalat dan khutbah ied, oleh setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, tua-muda, bayi-dewasa, kaya-miskin, merdeka atau hamba.

A. Hukum Zakat Fitrah
Zakat fitrah hukumnya wajib. Imam Ibnu Munzir mengutip adanya ijma` ulama` tentang kewajiban zakat fitrah ini. Beliau berkata, “Telah bersepakat semua ahli ilmu yang kami menghafal darinya bahwa zakat fitrah adalah wajib”. Maka kemudian menjadi sebuah ketetapan bahwa zakat fitrah hukumnya wajib.

B. Orang yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Setiap orang muslim wajib hukumnya mengeluarkan zakat fitrah, baik kaya maupun miskin, selagi ia mampu menunaikannya. Karena syarat diwajibkannya mengeluarkan zakat fitrah ada dua, yaitu beragama Islam dan mampu menunaikan pada waktunya.
Dalam sebuah Hadits disebutkan, “Dari Ibnu Umar ra., dia berkata: Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha` kurma atau satu sha` gandum. Kewajiban itu dikenakan kepada budak, orang merdeka, lelaki, wanita, anak kecil, dan orang tua dari kalangan umat Islam. Dan beliau memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalat (`Ied)”.
Ukuran kemampuan sehingga seseorang wajib mengeluarkan zakat fitrah, menurut jumhur ulama` (Malikiyah, Syafi`iyah, dan Hanbaliyah) ialah jika seseorang telah memiliki kelebihan nafkah makanan pokok bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya untuk satu malam dan satu hari pada hari raya `Idul Fitri.
Adapun Hanafiah berpendapat lain, ukuran kemampuan itu adalah memiliki nisab zakat uang atau senilai dengannya dan lebih dari kebutuhan tempat tinggalnya. Pendapat ini dipandang lemah, karena: Pertama, kewajiban zakat fitrah tidak disyaratkan kondisi kaya seperti pada zakat maal. Kedua, zakat fitrah tidak bertambah nilainya dengan bertambahnya harta, sehingga nisab tidak menjadi ukuran.
Lalu bagaimana dengan janin, apakah orang tuanya wajib mengeluarkan zakat fitrahnya atau tidak. Syeikh Salim bin `Id al-Hilali mengatakan bahwa sebagian ulama berpendapat wajibnya zakat fitrah atas janin, tetapi tidak diketahui dalilnya. Sedangkan Seikh Shalih bin Ghanim menyatakan bahwa mengeluarkan zakat bagi janin yang masih berada di rahim ibunya adalah mustahab atau disukai bukannya wajib. Syeikh Usaimin menambahkan, hukum mustahab tersebut jika janin sudah ditiupkan ruh pada jasadnya (empat bulan dalam kandungan).

C. Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitrah

Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang berhak menerima zakat fitrah ini, setidaknya ada tiga pendapat, siapa yang berhak menerima zakat fitrah, yaitu:
1.Delapan golongan sebagaimana zakat maal (QS.al-Taubah: 60). Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Syafi`iyah, dan Hanabilah.
2.Delapan golongan penerima zakat maal namun diutamakan orang-orang fakir-miskin. Ini pendapat al-Syaukani.
3.Hanya orang fakir dan miskin yang berhak menerima zakat fitrah. Ini pendapat Malikiyah.
Dari ketiga pendapat ini, hanya pendapat ke tiga lah yang dianggap paling tepat, alasannya: Pertama, Sabda Nabi, “Zakat fitrah ini sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Kedua, zakat fitri termasuk jenis kafarat (penebus kesalahan atau dosa).

D. Bentuk dan Kadar Zakat Fitrah
Zakat fitrah berupa makanan yang mengenyangkan atau makanan pokok sesuai dengan masing-masing tempat atau daerah, seperti beras, jagung, sagu, gendum, atau yang lainnya. Tidak terbatas pada jenis makanan yang disebutkan dalam beberapa Hadits Nabi tentang zakat fitrah Ini merupakan pendapat mayoritas ulama seperti Imam Syafe`i dan lainnya. Demikian ini merupakan pendapat yang paling benar.
Adapun kadar atau ukuran banyaknya adalah satu sha` (ukuran Arab) atau setara dengan 3,1 liter kurma kering, atau anggur kering, atau gandum, atau keju, atau makanan pokok yang menggantikannya, seperti beras, jagung, atau lainnya. Dalam sebuah Hadits diceritakan, “Dari Abu Sa`id ra., ia berkata, “Kami dahulu di zaman Rasulullah Saw pada Hari Raya Fithri mengeluarkan satu sha` makanan”. Abu Sa`id berkata, “Makanan kami dahulu adalah gandum, anggur kering, keju dan kurma kering”(HR.Bukhari).
Jika zakat fitrah itu dengan beras, diperkirakan satu sha` beras sama dengan 10 canting atau kira-kira 2,5 kg atau lebih. Sebaiknya kadar banyaknya Zakat Fitrah memakai ukuran takaran bukan ukuran berat.
Dalam sebuah Hadits diceritakan: “Dari Ibnu Umar beliau berkata,”Rasulullah mewajibkan zakat fitrah (berbuka) bulan Ramadhan sebanyak satu sha` (3,1 liter) kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan” (HR.Bukhari Muslim). Dalam Hadits lain disebutkan:“Dari Abu Sa`id, beliau berkata,”Kami mengeluarkan Zakat Fitrah satu sa` dari makanan, gandum, kurma, susu kering, atau anggur kering” (HR.Bukhari Muslim).

E. Syarat-syarat Wajib Zakat Fitrah
Ada tiga syarat yang mewajibkan seseorang untuk mengeluarkan zakat fitrah, yaitu:
1.Beragama Islam. Orang kafir tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.
2.Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan. Anak yang lahir setelah terbenam matahari (malam satu syawal) tidak wajib berzakat fitrah.
3.Mempunyai kelebihan harta untuk makan dirinya dan tanggungannya pada malam hari raya dan siang harinya.

F. Waktu Membayar Zakat Fitrah dan Hukumnya
Ada lima macam kategori waktu pembayaran zakat fitrah terkait dengan hukumnya, yaitu:
1.Waktu yang diperbolehkan, yaitu dari awal hingga akhir Ramadhan.
2.Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan hingga subuh.
3.Waktu sunah, yaitu dibayar setelah shalat subuh hingga sebelum shalat ied.
4.Waktu makruh, yaitu dibayar setelah shalat iedul fitri tetapi sebelum terbenam matahari.
5.Waktu haram, yaitu dibayar setelah terbenamnya matahari pada hari raya iedul fitri.
Terkait dengan hal tersebut, dalam sebuah Hadits diterangkan: “Dari Ibnu Abbas, beliau berkata,”Telah diwajibkan oleh Rasulullah Saw zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang puasa dan memberi makan orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya maka zakat itu diterima, dan barang siapa membayarnya sesudah shalat hari raya maka zakat itu sebagai sedekah biasa” (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah). Dalam Hadits Bukhari disebutkan,”Mereka membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya”.

G. Membayar Zakat Fitrah dengan Harganya
Menurut mazhab Imam Syafe`i, membayar zakat fitrah dengan harganya (uang) hukumnya tidak boleh, karena yang diwajibkan dalam Hadits adalah sesuatu yang mengenyangkan. Namun mazhab Hanafi membolehkan, karena fitrah itu hak orang miskin untuk menutupi hajat mereka, boleh dengan makanan dan boleh juga dengan harganya.

H. Panitia Zakat Fitrah
Adanya orang tertentu yang ditunjuk untuk mengurusi zakat fitrah, ini merupakan sunah Rasulullah Saw, alasannya adalah: Pertama, Nabi telah mewakilkan Abu Hurairah untuk menjaga zakat fitrah. Kedua, Ibnu Umar biasa memberikan zakat fitrah kepada para pegawai yang ditunjuk oleh imam atau pemimpin. Tetapi mereka tidak mendapatkan bagian dari zakat fitrah tersebut dengan sebab mengurusinya, kecuali sebagai orang miskin.

III. ZAKAT HARTA KEKAYAAN
A. Kekayaan yang Wajib Zakat

Pengertian Kekayaan
Al-Qur’an tidak memberikan ketegasan tentang jenis kekayaan yang wajib zakat, dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang harus dizakatkan. Persoalan tersebut diserahkan kepada Sunnah Nabi.
Ada beberapa jenis kekayaan yang disebutkan Al-Qur’an seperti: emas dan perak (9:34); tanaman dan buah-buahan (6:141); penghasilan dari usaha yang baik (2:267); dan barang tambang (2:267). Namun demikian, Al-Qur’an hanya merumuskannya dengan rumus¬an yang umum yaitu “kekayaan” (“Pungutlah olehmu zakat dari kekayaan mereka,…..” (QS. 9:103).
Kekayaan bisa diakui apabila memenuhi dua syarat, yaitu : dipunyai dan bisa diambil manfaatnya. Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf Al-Qaradhawy.

Syarat Kekayaan Wajib Zakat
Terdapat 6 syarat kekayaan terkena wajib zakat:
1. Milik penuh
2. Berkembang
3. Cukup senisab
4. Lebih dari kebutuhan biasa
5. Bebas dari hutang
6. Berlalu setahun

Syarat Pertama: Milik Penuh
Kekayaan pada dasarnya adalah milik Allah. Yang dimaksud pemilikan di sini hanyalah penyimpanan, pemakaian, dan pemberian wewenang yang diberikan Allah kepada manusia, sehingga seseorang lebih berhak menggunakan dan mengambil manfaatnya daripada orang lain.
Istilah “milik penuh” maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaannya. Dengan kata lain, kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmatinya.

Konsekwensi dari syarat ini, maka tidak wajib zakat bagi: (1) Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu. (2) Tanah waqaf dan sejenisnya. (3) Harta haram, karena sesungguhnya harta tersebut tidak syah menjadi milik seseorang. (4) Harta pinjaman, dalam hal ini yang wajib berzakat adalah sang pemberi hutang (kecuali bila hutang tersebut tidak diharapkan kembali), bagi orang yang meminjam dapat dikenakan kewajiban zakat apabila dia tidak mau atau mengundur-undurkan pembayaran dari harta tersebut, sementara dia terus mengambil manfaat darinya. Dengan kata lain orang yang meminjam telah memperlakukan dirinya sebagai “si pemilik penuh”. (5) Simpanan pegawai yang dipegang pemerintah (seperti dana pensiun), harta ini baru akan menjadi milik penuh di masa yang akan datang, sehingga baru terhitung wajib zakat pada saat itu.

Syarat Kedua: Berkembang
Pengertian berkembang yaitu harta yang senantiasa bertambah baik secara konkrit (seperti ternak) dan tidak secara konkrit (yang berpotensi berkembang, seperti uang apabila diinvestasikan).
Nabi tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi seperti rumah kediaman, peralatan kerja, perabot rumah tangga, binatang penarik, dan lainnya. Karena semuanya tidak termasuk kekayaan yang berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan alasan ini, maka disepakati bahwa hasil pertanian dan buah-buahan tidak dikeluarkan zakatnya berkali-kali walaupun telah disimpan bertahun-tahun. Dengan syarat ini pula, maka jenis harta yang wajib zakat tidak terbatas pada apa yang sering diungkapkan sebahagian ulama yaitu hanya 8 jenis harta (unta, lembu, kambing, gandum, biji gandum, kurma, emas, dan perak). Semua kekayaan yang berkembang merupakan subjek zakat.

Syarat Ketiga:
 Cukup Senisab
Disyaratkannya nisab karena dimungkinkan orang yang mengeluarkan zakat sudah terlebih dahulu berada dalam kondisi berkecukupan. Tidak mungkin syari’at membebani zakat kepada orang yang mempunyai sedikit harta yang dia sendiri masih sangat membutuhkannya. Dengan demikian pendapat yang mengatakan hasil pertanian tidak ada nisabnya menjadi tertolak. (Besarnya nisab untuk masing-masing jenis kekayaan dijelaskan pada bagian lain).

Syarat Keempat: Lebih dari Kebutuhan Biasa
Kebutuhan adalah merupakan persoalan pribadi yang tidak bisa dijadikan patokan besar-kecilnya. Adapun sesuatu kelebihan dari kebutuhan itu adalah bagian harta yang bisa ditawarkan atau diinvestasikan yang dengan itulah pertumbuhan/perkembangan harta dapat terjadi.
Kebutuhan harus dibedakan dengan keinginan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang betul-betul diperlukan untuk kelestarian hidup; seperti belanja sehari-hari, rumah kediaman, pakaian, dan senjata untuk mempertahankan diri, peralatan kerja, perabotan rumah tangga, kendaraan, dan buku-buku ilmu pengetahuan untuk kepentingan keluarga (karena kebodohan dapat berarti kehancuran).
Kebutuhan ini berbeda-beda sesuai dengan berubahnya zaman, situasi dan kondisi, juga besarnya tanggungan dalam keluarga yang berbeda-beda. Persoalan ini sebaiknya diserahkan kepada penilaian para ahli dan ketetapan yang berwewenang.
Zakat dikenakan bila harta telah lebih dari kebutuhan rutin. Sesuai dengan ayat 2:219 “Sesuatu yang lebih dari kebutuhan…” dan juga hadits “Zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya”, dan hadits-hadits lainnya.

Syarat ke lima: Bebas dari Hutang
Harta milik yang dijadikan persyaratan wajib zakat harus sudah terbebas dari hutang. Bila jumlah hutang akan mengurangi harta menjadi kurang senisab, maka zakat tidak menjadi wajib.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan penghalang wajib zakat. Namun apabila hutang itu ditangguhkan pembayarannya (tidak harus sekarang juga dibayarkan), maka tidak terlepas wajib zakat (seperti hutang karena mengkredit sesuatu).

Syarat ke enam: Berlalu Setahun (Haul)
Maksudnya bahwa harta yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah. Menurut Yusuf Al-Qaradhawy, persyaratan setahun ini hanyalah untuk barang yang dapat dimasukkan ke dalam istilah “zakat modal” seperti: ternak, uang, harta benda dagang, dan lain-lain. Adapun hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia (barang tambang), harta karun, dan yang sejenis, semuanya termasuk ke dalam istilah “zakat pendapatan” dan tidak dipersyaratkan satu tahun (maksudnya harus dikeluarkan ketika diperoleh).
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para Shahabat dan Tabi’in mengenai persyaratan “berlalu setahun” ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa zakat wajib dikeluarkan begitu diperoleh bila sampai senisab, baik karena sendiri maupun karena tambahan dari yang sudah ada, tanpa mempersyaratkan satu tahun. Perbedaan ini dikarenakan “tidak adanya satu hadits yang tegas” mengenai persyaratan ini. (Pembahasan masalah ini secara mendetail pada pembahasan zakat profesi/pendapatan). Sesuatu yang tidak diperselisihkan sejak dulu adalah zakat kekayaan yang termasuk zakat modal hanya diwajibkan satu kali dalam setahun.

B. Macam-macam Zakat Harta Kekayaan
Pembahasan berikut ini adalah tentang “Macam-macam Zakat Kekayaan dan Besarannya”. Untuk memudahkan pembahasan macam-macam zakat maal atau harta kekayaan ini, di sini dibedakan zakat maal yang ada nashnya secara jelas (zakat maal dalam fiqh klasik) dan zakat maal yang merupakan ijtihad dan qias para ulama masa kini (zakat maal dalam fiqh kontemporer).

Jenis Zakat Maal dalam Perspektif Fiqh Klasik
1.Zakat hewan ternak
2.Zakat emas, perak dan uang
3.Zakat perniagaan/kekayaan dagang
4.Zakat pertanian
5.Zakat rikaz

Jenis Zakat Maal dalam Perspektif Fiqh Kontemporer
1.Zakat penghasilan dan profesi
2.Zakat perusahaan
3.Zakat barang tambang, hasil laut dan perikanan
4.Zakat hasil manfaat
5.Zakat macam lainnya

1. Zakat Hewan Ternak
Hewan ternak yang wajib dizakati meliputi hewan besar (unta, kerbau, sapi dan kuda) dan hewan kecil (kambing, domba dan biri-biri).

a. Syarat Zakat Hewan Ternak
Zakat hewan ternak ini memiliki persyaratan:
1.Mencapai nishab, yaitu jumlah minimal hewan ternak yang dimiliki; 5 ekor untuk unta, 30 ekor untuk sapi, dan 40 ekor untuk kambing, domba dan biri-biri.
2.Melewati haul, yaitu ternak yang mencapai jumlah nishab dan melewati satu tahun dimiliki.
3.Digembalakan di tempat penggembalaan umum.
4.Hewan ternak tersebut tidak digunakan untuk keperluan pribadi atau sebagai hewan pekerja, seperti mengangkut barang, membajak sawah dan lainnya.

b. Cara Penghitungan Zakat Hewan Ternak
1.Sapi, Kerbau dan Kuda
Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi, yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang sudah memiliki sapi, kerbau atau kuda berjumlah 30 ekor dan dimiliki sudah melewati satu tahun maka sudah harus dikeluarkan zakatnya. Berikut tabel cara penghitungannya:

Jumlah Ternak
(Ekor) Zakat yang Dikeluarkan
30 – 39 1 ekor sapi (jantan/betina) tabi’ (berumur 1 th masuk tahun ke-2)
40 – 49 1 ekor sapi betina musinnah (berumur 2 th masuk tahun ke-3)
60 – 69 2 ekor sapi (jantan/betina) tabi’ (berumur 1 th masuk tahun ke-2
70 – 79 1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi’
80 – 89 2 ekor sapi musinnah
Jika setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, maka zakatnya bertambah 1 ekor tabi’, dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.

2.Kambing, Domba dan Biri-biri
Nisab domba dan biri-biri disetarakan dengan nishab kambing, yaitu 40 ekor. Artinya jika seseorang sudah memiliki kambing berjumlah 30 ekor dan dimiliki sudah melewati satu tahun maka sudah harus dikeluarkan zakatnya. Berikut tabel cara penghitungannya:

Jumlah Ternak
(Ekor) Zakat yang Dikeluarkan
40 – 120 –1 ekor kambing (berumur 2 tahun) atau domba (berumur 1 tahun)
121 – 200 –2 ekor kambing/domba/biri-biri
201 – 300 –3 ekor kambing/domba/biri-biri
Jika setiap jumlah kambing, domba dan biri-biri itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor.

3. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor. Artinya jika seseorang sudah memiliki unta berjumlah 5 ekor dan dimiliki sudah melewati satu tahun maka sudah harus dikeluarkan zakatnya. Berikut tabel cara penghitungannya:
Jumlah Ternak
(Ekor) Zakat yang Dikeluarkan
5 – 9 1 ekor kambing (berumur 2 tahun) atau domba (berumur 1 tahun)
10 – 14 2 ekor kambing (berumur 2 tahun) atau domba (berumur 1 tahun)
15 – 19 3 ekor kambing (berumur 2 tahun) atau domba (berumur 1 tahun)
20 – 24 4 ekor kambing (berumur 2 tahun) atau domba (berumur 1 tahun)
25 – 35 1 ekor unta bintu makhad (unta betina umur 1 tahun masuk 2 th)
36 – 45 1 ekor unta bintu labun (unta betina umur 2 tahun masuk 3 tahun)
46 – 60 1 ekor unta hiqah (unta betina umur 3 tahun masuk tahun ke-4)
61 – 75 1 ekor unta jadz’ah (unta betina umur 4 tahun masuk tahun ke-5)
76 – 90 2 ekor unta bintu labun (unta betina umur 2 tahun masuk 3 tahun)
91 – 120 2 ekor unta hiqah (unta betina umur 3 tahun masuk tahun ke-4)
Jika setiap jumlah unta itu bertambah 40 ekor, maka zakatnya bertambah 1 ekor unta bintu labun, dan jika setiap jumlah itu bertambah 50 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor unta hiqah.

2. Zakat Emas dan Perak
Pembahasan mengenai zakat emas dan perak (E&P) perlu dibedakan antara E&P sebagai perhiasan atau E&P sebagai uang (alat tukar). Sebagai perhiasan E&P juga dapat dibedakan antara perhiasan wanita dan perhiasan lainnya (ukiran, souvenir, perhiasan pria dan lainnya). Minimnya pemahaman fungsi E&P sebagai alat tukar atau mata uang menyebabkan banyaknya simpanan uang di kalangan ummat Islam tidak tertunaikan zakatnya.

a. Emas dan Perak sebagai Uang
E&P sejak pada zaman Rasulullah digunakan sebagai alat tukar (uang), yaitu uang emas (dinar) dan uang perak (dirham). Kedua mata uang ini mereka peroleh dari kerajaan-kerajaan tetangga yang besar, dinar banyak digunakan penduduk kerajaan Romawi Bizantium sedangkan dirham pada kerajaan Persia.
Adapun maksud surat Al-Taubah ayat 34-35: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,….”, ayat ini condong pada maksud E&P dalam artian uang, karena ia merupakan sesuatu yang dapat diinfakkan dan alat yang dipakai langsung untuk infaq dan transaksi. Ancaman Allah dijumpai dalam dua hal yaitu; penyimpanannya, dan tidak diinfakkannya pada jalan Allah. Ini dianggap “tidak berzakat”. Beberapa hadits juga menjelaskan dengan makna yang sama.

1. Hikmah Wajib Zakat Uang

Sesungguhnya kepentingan uang adalah untuk bergerak dan beredar, maka ia dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengedarkannya. Sebaliknya penyimpanan dan pemendamannya akan menyebabkan tidak lakunya pekerjaan-pekerjaan, merajalelanya pengangguran, matinya pasar-pasar, dan mundurnya kegiatan perekonomian secara umum. Oleh karenanya pewajiban zakat bagi pemilik uang (yang sudah sampai nisab) baik yang dikembangkan maupun tidak adalah merupakan langkah kongkrit yang patut diteladani.

2. Besarnya Zakat Uang 
Tidak terdapat perbedaan pendapat ulama dalam hal besarnya zakat uang yaitu 2,5%. Yusuf Al-Qaradhawy juga membantah keras beberapa peneliti dewasa ini yang menganjurkan agar besar zakat ini ditambah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangaan keadaan. Alasan yang dikemukakan antara lain: Hal tersebut bertentangan dengan nash yang jelas; bertentangan dengan ijmak ulama; bahwa zakat adalah kewajiban, karena itu harus mempunyai sifat yang tetap, kekal dan utuh; adapun kebutuhan dana bagi negara dewasa ini dapat diatasi dengan pengadaan pajak lain di samping zakat.

3. Nisab Uang 
Menurut penelitian Yusuf Al-Qaradhawy, ketentuan nisab zakat uang, yaitu 85 gram emas dan 200 gram perak. Adapun nisab untuk uang kertas dan surat-surat berharga lain ditetapkan setara dengan 85 gram emas, dengan pertimbangan nilai emas jauh lebih stabil dari pada perak.
Setiap uang milik penuh yang sudah sampai senisab, bebas dari hutang, dan merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 %, yaitu sekali dalam setahun. Mengenai kapan harus dikeluarkan, apakah di awal atau akhir tahun atau pada saat diterima, Insya Allah akan dibahas dalam pembahasan “zakat penghasilan/profesi”.

b. Zakat Emas dan Perak Non Uang
Selain digunakan sebagai uang, E&P juga digunakan sebagai perhiasan. Penggunaan E&P untuk perhiasan ada yang diperbolehkan oleh syara’ dan ada yang tidak diperbolehkan. Perhiasan emas yang dihalalkan adalah untuk kaum wanita dalam batas yang tidak berlebihan, dan juga perak untuk pria. Sedangkan pria tidak dihalalkan memakai perhiasan emas.
Perhiasan yang tidak wajib dizakati adalah perhiasan yang dipakai dan dimanfaatkan. Adapun yang dijadikan sebagai benda simpanan, maka hal itu wajib dizakati. Karena pada hakekatnya simpanan E&P ini mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Setelah menempuh analisis yang panjang, maka untuk masalah ini dapat disimpulkan:
1. Kekayaan dari E&P yang digunakan sebagai simpanan wajib dikeluarkan zakatnya.
2. Jika kekayaan E&P tersebut untuk dipakai seseorang, maka hukumnya dilihat pada macam penggunaannya; jika penggunaannya bersifat haram seperti untuk bejana-bejana emas atau perak, patung-patung maka wajib dikeluarkan zakatnya.
3. Diantara pemakaian perhiasan yang diharamkan adalah yang ada unsur berlebih-lebihan dan menyolok oleh seorang perempuan.
4. Jika perhiasan tersebut digunakan untuk hal yang mubah seperti perhiasan perempuan yang tidak berlebih-lebihan, serta cincin perak untuk laki-laki, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena perhiasan tersebut merupakan harta yang tidak berkembang (tidak memenuhi syarat harta yang wajib zakat), dan juga merupakan salah satu di antara kebutuhan-kebutuhan manusia.
5. Tidak ada perbedaan antara perhiasan mubah tersebut dimiliki oleh seseorang untuk dipakainya sendiri atau dipinjamkan kepada orang lain.
6. Yang wajib dizakati dari perhiasan yang tidak dibenarkan syara’ (bejana, patung dll) adalah sebesar ukuran mata uang dan dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % setiap tahun dengan hartanya yang lain jika memiliki.
7. Hal ini dengan syarat telah mencapai nisab atau bersama dengan hartanya yang lain memenuhi nisab, yaitu 85 gram emas, yaitu nilainya dan bukan ukurannya (Perhatian: Nilai dan Ukuran itu berbeda, sebagai contoh, sebuah patung emas atau perak bisa mempunyai nilai jual berlipat-lipat dari harga ukuran material emas/perak tersebut).

3. Zakat Perniagaan/Kekayaan Dagang
Harta perniagaan adalah seluruh jenis harta yang memang untuk diperjual-belikan, dalam bentuk apa pun, seperti makanan/minuman, perhiasan, pakaian, peralatan dan sebagainya. Perniagaan ini dapat berbentuk perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa. Harta perniagaan wajib dizakati, dengan syarat-syaratnya sama dengan zakat emas dan perak. Rasulullah Saw bersabda :
“Kain-kain yang disediakan untuk dijual, wajib dikeluarkan zakatnya” (HR.Hakim).
“Dari Samurah, “Rasulullah Saw memerintahkan kepada kami, agar kami menge-luarkan zakat barang yang disediakan untuk dijual” 
(HR.Daruqutni dan Abu Daud).
Sebagian ulama berpendapat, ada beberapa syarat yang menjadikan perniagaan wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu: ada kepemilikan harta baik pribadi atau bersama, ada niat berniaga, tidak untuk kebutuhan sehari-hari, sudah sampai nishab, dan melewati haul.

Perniagaan dihitung dari mulainya niaga. Setelah akhir tahun dan cukup satu tahun (haul) dan cukup senishab wajib dikeluarkan zakatnya. Nishab harta perniagaan dihitung dari modalnya. Kalau modalnya emas, nisabnya seperti emas, dan jika modalnya perak nisabnya seperti perak. Nishab zakat perniagaan juga seperti emas dan perak, yaitu 2,5 %.
Cara menghitungnya: (modal diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan sewaktu-waktu) – (hutang + kerugian) x 2,5% = harta yang dikeluarkan sebagai zakat.

4. Zakat Pertanian
Maksudnya adalah hasil komoditi pertanian yang diperoleh dari tanaman pangan dan hortikultura yang memiliki nilai ekonomis atau komersial, seperti biji-bijian, buah-buahan, umbi-umbian, sayur-mayur, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan dan jenis tetumbuhan lainnya.
Besarnya nishab komoditas pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 653 kg. Nishab tersebut untuk hasil pertanian makanan pokok, seperti beras, gandum, jagung dan kurma. Hasil pertanian yang bukan makanan pokok nishabnya disetarakan dengan makanan pokok yang paling umum di daerah setempat, misalnya di Indonesia yaitu beras.
Jumlah besarnya zakat pertanian yang dikeluarkan ada 2 macam, yaitu:
a. Jika hasil dari pertanian yang diairi hujan atau air alami seperti sungai, danau dan mata air, kadar zakat yang diwajibkan 10 %.
b. Jika pengairan menggunakan peralatan atau pengairan buatan yang membutuhkan biaya, kadar zakat yang diwajibkan 5 %.
Waktu penunaian zakat pertanian ini adalah pada saat panen atau pemetikan. Zakat tersebut dikeluarkan setelah dikurangi pembiayaan selama perawatan atau pembudidayaannya dan sewa tanah atau peralatan lainnya jika menyewa.
Cara menghitungnya: (hasil pertanian – biaya pembudidayaan) x 5 % atau 10 % = harta yang dikeluarkan sebagai zakat.

Firman Allah SWT yang artinya, “Dan Dialah (Allah) yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma dan tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya, dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS.Al-An’am/6: 141). 5. Zakat Rikaz
Menurut jumhur ulama, harta “rikaz” adalah harta yang terpendam di perut bumi dalam kurun waktu lama atau dari zaman dahulu, biasanya disebut dengan “harta karun”. Termasuk juga harta rikaz adalah harta yang ditemukan tanpa pemilik atau tidak ada yang mengakuinya.
Para ulama sepakat tentang wajibnya zakat harta rikaz, sebagaimana halnya dengan barang hasil tambang. Dasarnya firman Allah SWT yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji” (QS.Al-Baqarah/2: 267).
Kewajiban mengeluarkan zakat harta rikaz ini tidak dikenakan syarat nishab dan haul. Waktu mengeluarkan zakat ini adalah ketika harta tersebut diperoleh. Besarnya zakat yang dikeluarkan adalah seperlima atau 20 % dari total harta yang ditemukan. Dalam Hadits diriwayatkan: dari Abu Hurairah ra Rasulullah Saw bersabda“Zakat rikaz itu adalah seperlima bagian” (HR.Bukhari dan Muslim).
 
6. Zakat Penghasilan dan Profesi
Topik ini merupakan bagian dari zakat maal dalam fiqh zakat kontemporer yang tidak terdapat kajiannya dalam fiqh zakat klasik. Hal ini merupakan ijtihad ulama dalam rangka menentukan hukum yang jelas mengenai kedudukan harta penghasilan dan profesi, sejak zaman sahabat hingga zaman sekarang.
Untuk menghilangkan keragu-raguan terhadap harta yang diperoleh melalu profesi: Apakah itu terkait dengan kewajiban zakat? Bila ya, berapa besarnya? Berapa nisabnya? Bagaimana cara pembayarannya? Dan sebagainya. Oleh karena itu topik ini disampaikan secara lebih detil.
Bentuk penghasilan yang paling menyolok dewasa ini adalah harta yang diperoleh berupa penghasilan suatu profesi, baik yang tergantung kepada orang lain seperti pegawai (negeri atau swasta), atau yang tidak tergantung kepada pihak lain (professional), seperti dokter, advokat, penjahit, seniman, dan lainnya. Jenis pekerjaan ini mendatangkan penghasilan baik berupa gaji, upah ataupun honorarium.
Perbedaan pendapat di antara para ulama tentang kewajiban zakat harta penghasilan dan profesi ini sudah berlangsung sejak lama. Adapun beberapa ulama kontemporer beranggapan bahwa upaya menemukan hukum pasti terhadap zakat jenis ini sangat mendesak, karena sekarang jenis penghasilan ini yang paling banyak dijumpai. Bila tidak, berarti kita telah melepaskan banyak orang dari kewajiban zakat yang telah dinyatakan jelas kewajibannya secara umum dalam al-Qur’an dan Sunnah (“Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah sebagian usaha kalian” (QS.2: 267).
 
a. Zakat Penghasilan dan Profesi dalam Perspektif Fiqh Islam
Zakat harta dari penghasilan dan Profesi (P&P) memang tidak ditemukan contohnya dalam Hadits, namun dengan menggunakan kaidah ushul fiqh dapatlah harta P&P digolongkan kepada “harta kekayaan”, yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syari’at agama. Harta penghasilan itu sendiri dapat dibedakan menjadi :
1. Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang hasil menjual produksi pertanian yang sudah dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% yang tentunya uang hasil penjualan tersebut tidak perlu dizakatkan pada tahun yang sama karena kekayaan asalnya (produksi pertanian tersebut) sudah dizakatkan. Ini untuk mencegah terjadinya apa yang disebut double zakat.
2. Penghasilan yang berasal karena penyebab bebas, seperti gaji, upah, honor, investasi modal dan lainnya (pembahasan pada bagian ini berkisar pada jenis harta penghasilan yang kedua ini). Karena harta yang diterima ini belum pernah sekalipun dizakatkan, dan mungkin tidak akan pernah sama sekali bila harus menunggu setahun dulu.

Perbedaan yang menyolok dalam pandangan fiqh tentang harta penghasilan ini, terutama berkaitan dengan adanya konsep “berlaku setahun/haul” yang dianggap sebagai salah satu syarat dari harta yang wajib zakat. Sebagian pendapat mengungkapkan syarat ini berlaku untuk semua jenis harta, tapi sebagian lainnya mengungkapkan syarat ini tidak berlaku untuk seluruh jenis harta, terutama tidak berlaku untuk jenis harta penghasilan. Jika syarat haul (satu tahun) itu diberlakukan untuk semua jenis harta kekayaan, maka akan sulit melaksanakan kewajiban zakat untuk harta penghasilan.
Kelompok terakhir ini berpendapat, bahwa zakat penghasilan ini wajib dikeluarkan zakatnya langsung ketika diterima tanpa menunggu waktu satu tahun. Diantara kelompok terakhir ini adalah: Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Muawiyyah, Umar bin Abdul Aziz dan lainnya.

Pendapat mana yang lebih kuat tentang kedudukan zakat P&P ini? Perlu ditelaah kembali hadits-hadits tentang ketentuan setahun ini, seperti dijumpai dari empat hadits dari empat shahabat, yaitu: Ali, Ibnu Umar, Anas dan Aisyah ra. Dua diantaranya: Hadits dari Ali ra. dari Nabi Saw: “Bila engkau mempunyai 200 dirham dan sudah mencapai waktu setahun, maka zakatnya adalah 5 dirham,…… “ dan Hadits dari Aisyah ra, Rasulullah pernah bersabda : “Tidak ada zakat pada suatu harta hingga lewat setahun”.

Tetapi ternyata hadits-hadits itu mempunyai kelemahan-kelemahan dalam sanadnya sehingga tidak bisa untuk dijadikan landasan hukum yang kuat (hadits shahih), apalagi untuk dikenakan pada jenis “harta penghasilan” karena akan berlawanan dengan apa yang pernah dilakukan oleh beberapa shahabat. Adanya perbedaan pendapat di kalangan para shahabat tentang persyaratan setahun untuk zakat penghasilan juga mendukung ketidakshahihan hadits-hadits tersebut.
Bila benar hadits-hadits tersebut berasal dari Nabi Saw, maka pengertian yang dapat diterima adalah: “harta benda yang sudah dikeluarkan zakatnya tidak wajib lagi zakat sampai setahun berikutnya”, zakat adalah tahunan. Beberapa riwayat sahabat seperti Ibnu Mas’ud, menceritakan bagaimana harta penghasilan langsung dikeluarkan zakatnya ketika diterima tanpa menunggu setahun. Sehingga menjadi semakin jelas bahwa masa setahun tidak merupakan syarat, tetapi hanya merupakan tempo antara dua pengeluaran zakat.

Setelah mengadakan studi perbandingan dan penelitian yang mendalam terhadap nash-nash yang berhubungan dengan status zakat untuk bermacam-macam jenis kekayaan, dengan memperhatikan hikmah dan maksud Allah mewajibkan zakat, dan diperhatikan pula kebutuhan umat Islam pada masa sekarang, Yusuf Al-Qaradhawy berpendapat bahwa harta hasil usaha seperti: gaji pegawai, upah karyawan, pendapatan dokter, insinyur, advokat, penjahit, seniman, dan lainnya adalah wajib zakat dan dikeluarkan zakatnya pada waktu diterima, dengan alasan yang dikuatkan dalil.
1. Persyaratan satu tahun dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan tidak berdasar nash yang mencapai tingkat shahih atau hasan yang darinya bisa diambil ketentuan hukum syara’ yang berlaku umum bagi ummat.
2. Para sahabat dan tabi’in memang berbeda pendapat dalam harta penghasilan; sebagian mempersyaratkan adanya masa setahun, sedangkan sebagian lain tidak mempersyaratkannya, yang berarti wajib dikeluarkan zakatnya pada saat harta penghasilan tersebut diterima. Oleh karenanya persoalan tersebut dikembalikan kepada nash-nash yang lain dan kaedah-kaedah yang lebih umum.
3. Ketiadaan nash ataupun ijmak dalam penentuan hukum zakat harta penghasilan membuat mazhab-mazhab berselisih pendapat tajam sekali, yang bila dijajagi lebih jauh justru menimbulkan berpuluh-puluh persoalan baru yang semakin merumitkan, yang seringkali hanya berdasarkan dugaan-dugaan dan tidak lagi didasarkan pada nash yang jelas dan kuat.
4. Mereka yang tidak mempersyaratkan satu tahun bagi syarat harta penghasilan wajib zakat lebih dekat kepada nash yang berlaku umum dan tegas. Karena nash-nash yang mewajibkan zakat baik dari al-Qur’an maupun sunnah datang secara umum dan tegas dan tidak terdapat di dalamnya persyaratan setahun. Misalnya : “Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah sebagian usaha kalian” (QS.2:267). Kata “ma kasabtum” merupakan kata umum yang artinya mencakup segala macam usaha: perdagangan atau pekerjaan dan profesi. Para ulama fiqh berpegang pada keumuman maksud ayat tersebut sebagai landasan zakat perdagangan, yang oleh karena itu kita tidak perlu ragu memakainya sebagai landasan zakat penghasilan dan profesi. Bila para ulama fiqh talah menetapkan setahun sebagai syarat wajib zakat perdagangan, karena antara pokok harta dengan laba yang dihasilkan tidak dipisahkan, sementara laba dihasilkan dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam. Lain halnya dengan gaji atau sebangsanya yang diperoleh secara utuh, tertentu dan pasti.
5. Disamping nash yang berlaku umum dan mutlak memberikan landasan kepada pendapat mereka yang tidak menjadikan satu tahun sebagai syarat harta penghasilan untuk wajib zakat, qias yang benar juga mendukungnya. Kewajiban zakat uang atau sejenisnya pada saat diterima, diqiaskan dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan pada waktu panen.
6. Pemberlakuan syarat satu tahun bagi zakat harta penghasilan berarti membebaskan sekian banyak pegawai dan pekerja profesi dari kewajiban membayar zakat atas pendapatan mereka yang besar, karena mereka itu akan menjadi dua golongan saja: yang menginvestasikan pendapatan mereka terlebih dahulu, dan yang berfoya-foya dan menghamburkan semua penghasilannya sehingga tidak mencapai masa wajib zakatnya. Itu berarti zakat hanya dibebankan pada orang-orang yang hemat saja, yang membelanjakan kekayaan seperlunya, yang mempunyai simpanan sehingga mencapai masa zakatnya. Hal ini jauh sekali dari maksud kedatangan syari’at yang adil dan bijak. Hal ini justru akan memperingan beban orang-orang pemboros dan memperberat orang-orang yang hidup sederhana.
7. Pendapat yang menetapkan setahun sebagai syarat harta penghasilan jelas terlihat saling kontradiksi yang tidak bisa diterima oleh keadilan dan hikmat Islam mewajibkan zakat. Misalnya seorang petani yang bercocok tanam hasilnya dikenakan zakat sebanyak 10% atau 5%, sedangkan seorang dokter, insinyur, advokat, pemilik mobil angkutan, pemilik hotel, dan lainnya yang dalam satu jam terkadang memperoleh berjuta-juta rupiah tidak dikenakan zakat.
8. Pengeluaran zakat penghasilan setelah diterima akan lebih menguntungkan fakir miskin dan orang-orang yang berhak lainnya. Ini akan menambah besar perbendaharaan zakat dan juga memudahkan pemiliknya dalam mengeluarkan zakatnya. Cara yang dinamakan oleh para ahli perpajakan dengan “Penahanan pada Sumber” sudah dipraktekan oleh Ibn Mas’ud, Mu’awiyah dan juga Umar bin Abdul Aziz yaitu dengan memotong gaji para tentara dan orang-orang yang di bawah kekuasaan negara saat itu.
9. Menegaskan bahwa zakat wajib atas penghasilan dan profesi sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, kemauan berkorban, belas kasihan dan suka memberi dalam jiwa seorang muslim. Pelepasan kewajiban zakat dari jenis-jenis penghasilan yang berkembang sekarang ini dengan menunggu masa setahunnya, berarti membuat orang-orang hanya bekerja, berbelanja dan bersenang-senang, tanpa harus mengeluarkan sebagian rezeki karunia Allah dan tidak merasa kasihan kepada orang yang tidak diberi nikmat kekayaan itu dan kemampuan berusaha.
10. Tanpa persyaratan setahun bagi harta penghasilan akan lebih menguntungkan dari segi administrasi baik bagi orang yang mengeluarkan maupun pihak amil yang memungut zakat. Persyaratan satu tahun bagi zakat penghasilan, menyebabkan setiap orang harus menentukan jatuh tempo pengeluaran setiap jumlah kekayaan yang diterimanya. Ini berarti bahwa seseorang muslim bisa mempunyai berpuluh-puluh masa tempo masing-masing kekayaan yang diperoleh pada waktu yang berbeda-beda. Ini sulit sekali dilakukan, dan sulit pula bagi pengelola zakat untuk memungut dan mengaturnya.

b. Nisab dan Besarnya Zakat Penghasilan dan Profesi
Nisab zakat penghasilan dan profesi adalah 85 gram emas, sama dengan nisab zakat uang. Demikian pula dengan besarnya zakat yang dikeluarkan adalah 1/40 atau (2,5%) sesuai dengan keumuman nash yang mewajibkan zakat uang sebesar itu.
Timbul persoalan tentang orang-orang yang memiliki penghasilan dari profesi. Mereka menerima pendapatan dari profesinya tersebut tidak sama, ada yang setiap hari seperti dokter, atau pada saat-saat tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau secara regular mingguan atau bulanan seperti kebanyakan para pegawai.
Bila nisab di atas ditetapkan untuk setiap kali upah atau gaji yang diterima, maka banyak golongan profesi yang menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari kewajiban zakat. Sedangkan bila seluruh gaji itu dalam satu waktu tertentu dikumpulkan, maka akan cukup senisab bahkan lebih. Sementara waktu penyatuan dari penghasilan itu yang dimungkinkan dan dibenarkan oleh syari’at adalah satu tahun, dimana zakat dibayarkan setahun sekali. Fakta juga menunjukkan bahwa pemerintah mengatur gaji pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan per bulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.
Penghasilan yang diukur nisabnya adalah penghasilan bersih, yaitu penghasilan yang telah dikurangi dengan kebutuhan biaya hidup terendah atau kebutuhan pokok seseorang berikut tanggungannya dan juga setelah dikurangi untuk pembayaran hutang (hutang bukan karena kredit barang mewah tapi karena untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer seperti bayar kredit rumah BTN, hutang nunggak bayaran sekolah anak, dan yang sejenis).
Bila penghasilan bersih itu dikumpulkan dalam setahun atau kurang dalam setahun dan telah mencapai nisab, maka wajib zakat dikeluarkan 2,5 % nya. Bila seseorang telah mengeluarkan zakatnya langsung ketika menerima penghasilan (karena yakin dalam waktu setahun penghasilan bersihnya akan lebih dari senisab), maka tidak wajib lagi bagi dia mengeluarkannya di akhir tahun (karena akan berakibat double zakat). Selanjutnya muzaki harus membayar zakat dari penghasilan tersebut pada tahun kedua dalam bentuk kekayaan yang mungkin berbeda.
Jika kelebihan itu disimpan dalam bentuk uang, emas dan perak, maka zakatnya masuk dalam zakat uang, emas dan perak. Jika kelebihan itu diinvestasikan (pabrik, gedung, rumah yang disewakan, kendaraan yang disewakan, dan yang sejenisnya), maka zakatnya termasuk dalam zakat investasi. Jika harta tersebut diputar dalam perdagangan maka zakatnya termasuk dalam zakat perdagangan. Jika dibelikan saham atau obligasi, maka zakatnya masuk dalam zakat saham dan obligasi. Namun jika kelebihan itu dibelanjakan untuk sesuatu yang dipergunakan sehari-hari atau yang tidak mempunyai potensi berkembang, maka tidak ada kewajiban zakat lagi.

c. Cara Penghitungan Praktis
Berikut ini rumus cara penghitungan zakat penghasilan atau profesi secara ringkas untuk kalkulasi yang bisa digunakan:
Penerimaan kotor selama setahun : A
Kebutuhan pokok setahun : B
Hutang-hutang yang dibayar dalam setahun : C
Penghasilan bersih setahun : D = A-(B+C)
Bila D > atau = nilai 85 gram mas, maka wajib zakat yaitu (2,5 %) x (D)
Bila D < nilai 85 gram emas, maka tidak wajib zakat.
Keterangan lambang: – (kurang), + (tambah), = (sama dengan), > (lebih besar), < (lebih kecil), x (kali) dan % (per seratus).
Jadi bila kita yakin bahwa perkiraan besarnya D yang kita miliki dalam setahun adalah sama atau lebih besar dari nilai harga 85 gram emas, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu mengeluarkan zakat langsung ketika diterima. Misalnya dari gaji bulanan diambil 2,5 % dari D/12 (karena perbulan).
Bila disamping gaji bulanan kita memperoleh tambahan penghasilan lain dari profesi kita, misalnya bagi dosen universitas negeri yang juga mengajar di universitas swasta. Misalnya memperoleh sebesar E dalam setahun, maka zakatnya adalah (2,5 %) x (D+E), karena seluruh pembiayaan B dan C sudah dibayar sebelumnya ketika menghasilkan D.
Perlu diingat bahwa ini hanya zakat dari penghasilan dan profesi. Bentuk-bentuk kekayaan lain yang kita miliki, jika ada, seperti; peternakan, pertanian, investasi, emas dan perak, uang tabungan, saham, obligasi, perdagangan dan lainnya, juga harus dikeluarkan zakatnya dengan ukuran nisab dan besar zakat yang berbeda satu dengan lainnya.

7. Zakat Hasil Perusahaan
Sebelum kita menentukan apakah perusahaan itu harus dikeluarkan zakatnya atau tidak, sebaiknya dipahami dahulu arti dan seluk beluk perusahaan dari segi hukum fiqh Islam.

a. Perusahaan Berdasarkan Tinjauan Hukum
Dalam UWDP (Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan) definisi perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Dalam pasal 1 huruf (d) UWDP, dirumuskan bahwa yang dimaksud usaha adalah setiap tindakan perbuatan atau kegiatan apa pun dalam bidang perekonomian yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Pengusaha adalah setiap perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjadikan suatu jenis perusahaan.
b. Perusahaan Berdasarkan Tinjauan Fiqh
Perlunya perusahaan (syirkah) ditinjau dari segi Fiqh Islam menyangkut wajib tidaknya zakat. Ulama Hanafiah mendefinisikan syirkah, “Transaksi dua orang yang berkongsi dalam modal dan keuntungan”, ulama Malikiah mendefinisikannya, “Akad atau transaksi dua orang pemilik modal atau lebih dalam menggubakannya sebagai modal usaha bersama dengan pembagian keuntungan diantara mereka sesuai dengan ’urf (kebiasaan) yang berlaku”.
Para fuqaha’ (ahli fiqh) membagi syirkah menjadi dua: Pertama, syirkah amlak, yaitu kebersamaan dalam kepemilikan, seperti dua orang ahli waris yang mendapatkan warisan satu rumah, maka rumah itu dimiliki oleh dua orang tersebut. Kedua, syirkah u’qudi atau akad perkongsianatau syirkah dalam transaksi.
Keputusan seminar zakat di Kuwait tanggal 3 April 1984 tentang ijtihad ulama berkenaan dengan zakat perusahaan, memutuskan bahwa zakat perusahaan ditunaikan apabila terpenuhi kondisi berikut ini:
1. Adanya peraturan yang mengharuskan pembayaran zakat perusahaan tersebut.
2. Anggaran dasar perusahaan memuat hal tersebut.
3. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan zakat perusahaan.
4. Kerelaan para pemegang saham untuk menyerahkan pengeluaran zakat sahamnya kepada dewan direksi perusahaan.

c. Landasan Syari’ah Zakat Perusahaan
Para ulama menjadikan riwayat al-khulthah (pembauran harta kekayaan berupa ternak) sebagai landasan atau dalil untuk zakat perusahaan. Prinsip tersebut sudah terjadi pada zaman Rasulullah Saw pada pembauran ternak yang dimiliki dua orang atau lebih dan dikeluarkan zakatnya. Madzhab Syafi’i memperluas cakupan prinsip al-khulthah, bukan hanya pada ternak saja namun pada yang lainnya, seperti pertanian dan uang.

d. Qiyas (Analogi) Zakat Perusahaan
Pada prinsipnya, zakat perusahaan dianalogikan dengan zakat perdagangan dan investasi, termasuk cara penghitungannya. Namun ada sedikit perbedaan dari segi kolektivitasnya. Karenanya, untuk penghitungan dipakai cara sebagai berikut:
1. Jika hasil perusahaan di bidang perdagangan, maka sama dengan aturan zakat perdagangan, yakni sebesar 2,5 %.
2. Jika hasil perusahaan di bidang produksi, maka sama dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Hasil perusahaan ini dikeluarkan zakatnya ketika menghasilkan, sedangkan modalnya tidak termasuk hitungan.
Abu Ishaq al-Syatibi berpendapat, “Hukum zakat perusahaan adalah seperti hukum zakat perdagangan, karena ia memproduksi kemudian menjualnya, atau menjadikan yang diproduksinya itu sebagai komuditas perdagangannya, maka ia harus mengeluarkan zakatnya tiap tahun dari yang dimilikinya, baik berupa stok barang yang ada ditambah nilai dari hasil penjualan yang ada apabila telah mencapai nishab”.

8. Zakat Barang Tambang, Hasil Laut dan Perikanan
Barang tambang (ma’din) adalah harta yang diciptakan Allah SWT di dalam bumi, dapat berupa emas, perak, minyak bumi, gas bumi, batu bara, pasir besi, kapur, belerang, batu dan lainnya. Menurut madzhab Maliki, barang-tambang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %, dan tidak sama dengan harta rikaz.
Zakat barang tambang tidak disyaratkan haul, namun wajib dikeluarkan zakatnya pada saat dihasilkan atau sudah selesai diolah, sama dengan zakat tanaman pertanian. Karena itu bagi perseorangan atau perusahaan yang melakukan penambangan wajib mengeluarkan zakatnya.
Demikian juga dengan hasil laut dan perikanan wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Seorang nelayan atau perusahaan penangkapan dan pengolahan ikan yang hasilnya dijual wajib mengeluarkan zakatnya setelah sampai senishab yang disetarakan dengan nishab zakat emas, 85 gram.
Contoh cara penghitungan: jika hasil tambang atau tangkapan ikan setelah dijual seharga atau lebih dari 85 gram emas, misalnya Rp 16.000.000,-, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah (Rp 16.000.000,-) x (2,5 %) = Rp 400.000,-

9. Zakat Hasil Manfaat
Harta atau barang yang dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan langsung oleh yang memiliki dalam kehidupan sehari-hari, tidak dikenai kewajiban zakat. Adapun harta atau barang yang mendatangkan pemasukan, seperti barang yang disewakan, maka hasilnya wajib dikeluarkan zakatnya. Inilah yang disebut sebagai harta yang diambil hasil manfaatnya.
Beberapa obyek zakat yang termasuk kategori ini diantaranya:
a. Pemasukan dari hasil kontrakan rumah atau bangunan lainnya.
b. Pemasukan dari hasil menyewakan sarana transportasi.
c. Pemasukan dari hasil ternak ayam petelur dan yang semisalnya.
d. Pemasukan dari hasil ternak yang dipekerjakan atau diambil hasilnya.
e. Pemasukan dari hasil pokok peternakan seperti wol dan susu.
f. Pemasukan dari hasil ternak lebah (madu).
g. Pemasukan dari hasil proyek tender bangunan.
Ketentuan cara penghitungannya adalah sebagai berikut:
a. Besarannya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %.
b. Nisahabnya dianalogikan dengan nishab emas, 85 gram.
c. Mengakumulasikan hasilnya selama satu tahun (haul) dan mencapai satu nishab minimal.
d. Biaya produksi, operasional dan perawatannya yang langsung maupun tidak langsung juga hutang (jika ada) dikurangkan dari hasil keseluruhan, baru dihitung nishabnya, dengan berpedoman kepada prinsip tidak berlebihan dalam cost.
Rumus: (Akumulasi hasil setahun) – (Biaya produksi + biaya operasional + biaya perawatan + pembayaran hutang) x (2,5 %) = zakat yang dikeluarkan.

10. Zakat Harta Macam Lainnya
Selain empat macam terakhir dari zakat harta kontemporer tersebut di atas, para ulama fiqh Islam kontemporer masih menawarkan banyak macam lagi zakat harta dari perolehan yang beragam, diantaranya:
a. Zakat infestasi properti.
b. Zakat saham dan surat berharga.
c. Zakat ansurasi syari’ah.
d. Zakat deposito.
e. Zakat perdagangan mata uang.
f. Zakat sektor usaha modern.
g. Zakat sektor usaha modern.
h. Zakat undian, hadiah dan tunjangan.
Pada prinsipnya nishab zakat dari macam zakat di atas disamakan dengan nilai nishab emas, 85 gram, dan besarnya zakat yang dikeluarkan 2,5%. Sebagian ulama masih memperselisihkan wajib tidaknya mengeluarkan zakatnya.

IV. SASARAN ZAKAT (MUSTAHIQ ZAKAT)
Upaya mendistribusikan zakat adalah persoalan yang tidak mudah dan kompliketed dari pada sekedar mengumpulkannya. Sebagaimana yang diterangkan dalam QS.9: 60, sasaran zakat ada 8 golongan (ashnaf): fakir, miskin, amil zakat, muallaf, untuk memerdekakan budak belian (hamba sahaya), orang yang berutang, fisabilillah, dan ibnu sabil. Sasaran zakat ini sangat penting dalam pandangan Islam, sehingga terdapat hadits yang menjelaskan bahwa untuk menentukan sasaran zakat ini seakan-akan Allah tidak rela bila Rasulullah Saw menetapkannya sendiri, sehingga Allah SWT menurunkan Surat al-Taubah (9) ayat 60.

1. Fakir, dan 2. Miskin 
Siapakah yang disebut fakir dan miskin? Terdapat beragam definisi mengenai kata fakir dan miskin, tapi secara umum fakir dan miskin itu adalah mereka yang kebutuhan pokoknya tidak tercukupi sedangkan mereka secara fisik tidak mampu bekerja atau tidak mampu memperoleh pekerjaan. Golongan ini dapat dikatakan sebagai inti sasaran zakat (Hadits: … zakat diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang miskin).
Selanjutnya kita dianjurkan pula untuk lebih memperhatikan orang-orang miskin yang menjaga diri dan memelihara kehormatan. Sesuai hadits: “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling minta-minta agar diberi sesuap nasi, satu biji kurma, tapi orang miskin itu ialah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan kemudian diberi sedekah, dan mereka pun tidak pergi meminta-minta pada orang” (HR.Bukhari Muslim).

Fakir miskin hendaklah diberikan harta zakat yang mencukupi kebutuhannya sampai dia bisa menghilangkan kefakiran dan kemiskinannya. Bagi yang mampu bekerja hendaknya diberikan peralatan dan lapangan pekerjaan. Sedangkan bagi yang tidak mampu lagi bekerja (orang jompo, cacat fisik), hendaknya disantuni seumur hidupnya dari harta zakat.
Maka jelaslah bahwa tujuan zakat bukanlah memberi orang miskin hanya sedikit uang, tapi maksudnya ialah memberikan tingkat hidup yang layak. Layak sebagai manusia yang dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi, dan layak sebagai Muslim yang telah masuk ke dalam agama keadilan dan kebaikan, yang telah masuk ke dalam ummat pilihan dari kalangan manusia.

Tingkat hidup minimal bagi seseorang ialah dapat memenuhi makan dan minum yang layak untuk diri dan keluarganya, demikian pula pakaian untuk musim dingin dan musim panas, juga mencakup tempat tinggal dan keperluan-keperluan pokok lainnya baik untuk diri dan tanggungannya.

3. Amil Zakat
Amil merupakan sasaran berikutnya setelah fakir miskin (QS.9: 60). Amil adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat. Allah memerintahkan agar menyediakan upah bagi mereka dari harta zakat sebagai imbalan. Dimasukkannya amil sebagai ashnaf menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang (individual), tapi merupakan tugas jama’ah (bahkan menjadi tugas negara). Zakat punya anggaran khusus yang dikeluarkan darinya untuk gaji para pengelolanya.

a. Syarat menjadi Amil Zakat:
Untuk menjadi seorang amil zakat, syaratnya adalah:
1.Seorang Muslim
2.Seorang mukallaf (memiliki tanggung jawab hukum syar’i)
3.Jujur (dapat dipercaya)
4.Memahami hukum zakat
5.Berkemampuan untuk melaksanakan tugas
6.Bukan keluarga Nabi Muhammad Saw
7.Sebagian ulama mensyaratkan amil itu laki laki dan orang merdeka (bukan hamba)

b. Tugas Amil Zakat

Tugas seorang amil zakat adalah mengelola semua hal yang berhubungan dengan pengaturan zakat, meliputi :
1. Mendata jumlah orang yang wajib zakat (muzakki) di wilayah tugasnya.
2. Mendata jumlah orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) dan jumlah kebutuhannya.
3. Memungut zakat dari para muzakki
4. Mengelola zakat secara profesional.
5. Mendistribusikan zakat kepada para mustahiq
6. Mengetahui macam-macam zakat yang diwajibkan
7. Mengetahui besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya

c. Jumlah Bagian Amil Zakat
Amil tetap diberi zakat walau ia kaya, karena yang diberikan kepadanya adalah imbalan kerjanya bukan berupa pertolongan bagi yang membutuhkan. Amil adalah pegawai, maka hendaklah diberi upah sesuai dengan pekerjaannya, tidak terlalu kecil dan tidak juga berlebihan. Pendapat yang terkuat menurut Yusuf Qardawy adalah pendapat Imam Syafi’i, yaitu maksimal sebesar 1/8 bagian. Kalau upah itu lebih besar dari bagian tersebut, haruslah diambilkan dari harta di luar zakat, misalnya oleh pemerintah dibayarkan dari sumber pendapatan pemerintah lainnya.

4. Muallaf 
Muallaf adalah orang yang dianggap masih lemah imannya dan perlu dijinakkan hatinya, karena baru masuk Islam. Mereka diberi zakat agar bertambah kesungguhan dan keyakinannya dalam memeluk Islam. Ini menunjukkan bahwa Islam dan ummatnya sangat memperhatikan mereka, agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan keadaannya yang baru yang merupakan bagian dari ummat Islam secara keseluruhan.

5. Hamba Sahaya
Hamba sahaya adalah orang yang statusnya sebagai budak belian dan ingn memerdekaan dirinya. Zakat yang diberikan kepada hamba sahaya ini bertujuan untuk memerdekaan dirinya agar statusnya dalam Islam sama dengan orang lain pada umumnya. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat serius untuk menghilangkan perbudakan, karena Islam menganut kesamaan status bagi setiap hamba Allah di muka bumi ini, yang membedakannya adalah ketakwaannya.
Para ulama berpendapat bahwa untuk membebaskan perbudakan ini melalui dua cara, yaitu:
a.Menolong pembebasan diri hamba mukatab, yaitu budak yang telah membuat kesepakatan dan perjanjian dengan tuannya untuk membebaskan dirinya dengan membayar sejumlah harta. Firman Allah yang artinya, “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, maka berikanlah kepada mereka sebagian harta dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu”. (QS.al-Nur/24: 33).
 
b.Seseorang atau sekelompok orang muzakki atau petugas zakat dengan zakatnya membeli budak atau amah (budak perempuan) kemudian membebaskannya. Hal ini juga terkait dengan masalah lain dalam munakahat. Firman Allah yang artinya, “Barang siapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, maka boleh mengawini wanita beriman dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu…” (QS.al-Nisaa’/4: 25). Pembebasan budak ini juga disyari’atkan dalam Islam jika seseorang melakukan pelanggaran, seperti kafarat sumpah dan zihar (menyamakan istri dengan ibu kandungnya sendiri).

6. Gharimin
Gharimin maksudnya adalah orang yang memiliki kewajiban untuk membayar hutang, baik atas dirinya sendiri atau atas orang lain yang dalam tanggungannya atau dalam tanggung jawabnya. Dari sini, maka gharimin dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan sendiri 

Kebutuhan hutang ini seperti untuk nafkah keluarga, berobat karena sakit, mendirikan rumah dan sebagainya). Termasuk di dalamnya orang yang terkena bencana sehingga hartanya musnah.

Syarat untuk gharimin ini :
1.Hendaknya ia mempunyai kebutuhan untuk memiliki harta yang dapat membayar hutangnya.
2.Orang tersebut berhutang dalam melaksanakan ketaatan atau mengerjakan sesuatu yang diperbolehkan syariat.
3.Hutangnya harus dibayar pada waktu itu. Apabila hutangnya diberi tenggang waktu dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama apakah orang yang berhutang ini dapat dikategorikan sebagai mustahiq.
4.Kondisi hutang berakibat sebagai beban yang sangat berat untuk dipikul.
Jumlah yang diberikan kepada orang yang berhutang
Orang yang berhutang karena kemaslahatan dirinya harus diberi sesuai dengan kebutuhannya. Yaitu untuk membayar lunas hutangnya. Apabila ternyata ia dibebaskan oleh yang memberi hutang, maka dia harus mengembalikan bagiannya itu. Karena ia sudah tidak memerlukan lagi (untuk membayar hutang).
Sesungguhnya Syari’at Islam, dengan menutup hutang orang yang berhutang berarti telah menempatkan dua tujuan utama :
1.Mengurangi beban orang yang berhutang dimana ia selalu menghadapi kebingungan di waktu malam dan kehinaan di waktu siang.
2.Memerangi riba.

b. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan orang lain.
Umumnya hal ini dikaitkan dengan usaha untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, namun tidak ada dalil syara’ yang mengkhususkan gharimin hanya pada usaha mendamaikan tersebut. Oleh karenanya orang yang berhutang karena melayani kepentingan masyarakat hendaknya diberi bagian zakat untuk menutupi hutangnya, walaupun ia orang kaya.

Jadi orang yang mengambil kredit TV misalnya, tentunya tidak termasuk kaum gharimin yang menjadi sasaran zakat. Karena ia bukannya sengsara karena hutang, tapi justru menikmati¬nya.

7. Fi Sabilillah

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai definisi “Fisabilillah” yang menjadi sasaran zakat dalam QS.9: 60. Apakah harus digunakan definisi dalam arti sempit yaitu “jihad”, atau definisi dalam arti luas yaitu “segala bentuk kebaikan di jalan Allah”.

a. Perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.Kesepakatan Madzhab Empat tentang sasaran fisabilillah.
2.Jihad secara pasti termasuk dalam ruang lingkup fisabilillah.
3.Disyariatkan menyerahkan zakat kepada pribadi mujahid, berbeda dengan menyerahkan zakat untuk keperluan jihad dan persiapannya. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka.
4.Tidak diperbolehkan menyerahkan zakat demi kepentingan kebaikan dan kemaslahatan bersama, seperti mendirikan dam, jembatan, masjid dan sekolah, memperbaiki jalan, mengurus mayat dan lainnya. Biaya untuk urusan ini diserahkan pada kas baitul maal dari hasil pendapatan lain seperti harta fa’i, pajak, upeti, dan lainnya.
Namun beberapa ulama lain telah meluaskan arti fisabilillah ini seperti : Imam Qaffal, Mazhab Ja’fari, Mazhab Zaidi, Shadiq Hassan Khan, Ar Razi, Rasyid Ridha dan Syaltut. Pendapat yang dianggap kuat adalah, bahwa makna umum dari fisabilillah itu tidak layak dimaksud dalam ayat ini, karena dengan keumumannya ini meluas pada aspek aspek yang banyak sekali, tidak terbatas sasarannya dan apalagi terhadap orang orangnya. Makna umum ini meniadakan pengkhususan sasaran zakat delapan, dan sebagaimana hadits Nabi yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah tidak meridhoi hukum Nabi dan hukum lain dalam masalah sedekah, sehingga Dia menetapkan hukumnya dan membaginya pada delapan bagian”.
Makna fisabilillah secara khusus adalah jihad, yaitu jihad untuk membela dan menegakkan kalimat Islam di muka bumi. Setiap jihad yang dimaksudkan untuk menegakkan kalimat Allah termasuk fisabilillah, bagaimana pun keadaan dan bentuk jihad serta senjatanya.

Yusuf Al-Qaradhawy memperluas arti Jihad ini tidak hanya terbatas pada peperangan dan pertempuran dengan senjata saja, namun termasuk juga segala bentuk peperangan yang menggunakan akal dan hati dalam membela dan mempertahankan aqidah Islam. Contoh: “Mendirikan sekolah berdasarkan faktor tertentu adalah perbuatan shalih dan kesungguhan yang patut disyukuri, dan sangat dianjurkan oleh Islam, akan tetapi ia tidak dimasukkan dalam ruang lingkup jihad. Namun, apabila ada suatu negara di mana pendidikan merupakan masalah utama, dan yayasan pendidikan telah dikuasai kaum kapitalis, komunis, atheis ataupun sekularis, maka jihad yang paling utama adalah mendirikan madrasah yang berdasarkan ajaran Islam yang murni, mendidik anak anak kaum Muslimin dan memeliharanya dari pencangkokan kehancuran fikiran dan akhlaq, serta menjaganya dari racun racun yang ditiupkan melalui kurikulum dan buku buku, pada otak otak pengajar dan ruh masyarakat yang disahkan di sekolah sekolah pendidikan secara keseluruhan.
Sebaliknya tidak semua peperangan termasuk kategori fisabilillah, yaitu peperangan yang ditujukan untuk selain membela agama Allah, seperti halnya perang yang sekedar membela kesukuan, kebangasaan, atau membela kedudukan.

b. Penggunaan Bagian Fi-Sabilillah di zaman sekarang 
Di antara penggunaan bagian fisabilillah adalah sebagai berikut:
1. Membebaskan Negara Islam dari hukum orang kafir
2. Bekerja mengembalikan Hukum Islam termasuk Jihad Fisabi-lillah, diantaranya melalui pendirian pusat kegiatan Islam yang mendidik pemuda Muslim, menjelaskan ajaran Islam yang benar, memelihara aqidah dari kekufuran dan mempersiapkan diri untuk membela Islam dari musuh musuhnya. Mendirikan percetakan surat khabar untuk menandingi berita berita yang merusak dan menyesatkan ummat, dan sebagainya.

8. Ibnu Sabil
Ibnu sabil (anak jalan) adalah orang yang kehabisan bekalnya dalam perjalanan, dengan syarat perjalanan atau musafirnya ini untuk keperluan yang dibenarkan syari’at dan dianjurkan agama, seperti silaturrahim, studi tour pada objek-objek yang bermanfaat dan lainnya. Sebagian ulama berpendapat, untuk saat ini ibnu sabil boleh jadi adalah para penuntut ilmu yang kehabisan bekal, karenanya zakat dapat dijadikan sebagai beasiswa bagi para santri di pondok pesantren, sekolah dan perguruan tinggi.

Kesimpulan Mustahiq Zakat
Berikut ini adalah kesimpulan dari pembahasan mengenai persoalan distribusi zakat yang diperoleh, apakah harus dibagi sama rata ke-8 golongan tersebut, atau bisa ada kebijakan lain.
1. Harta zakat yang terkumpul harus dibagikan pada semua mustahik, apabila harta itu banyak dan semua sasaran ada, kebutuhannya sama atau hampir sama. Tidak boleh ada satu sasaran pun yang boleh dihalangi untuk mendapatkan, apabila itu merupakan haknya serta benar benar dibutuhkan. Hal ini berlaku bagi Imam atau Hakim agama atau amil yang mengumpulkan zakat dan membagikannya pada mustahiq.
2. Ketika diperkirakan semua (delapan) mustahik itu ada, maka pemberiannya tidak harus disamakan antara semua sasaran, tergantung pada jumlah dan kebutuhannya. Sebab terkadang ada pada suatu daerah seribu orang fakir, sementara dari orang yang berhutang atau ibnu sabil hanya sepuluh orang. Maka bagaimana mungkin pembagian untuk sepuluh orang harus sama dengan orang yang seribu? Karenanya kita melihat, yang paling tepat dalam masalah ini adalah pendapat Imam Malik dan yang sebelumnya, yaitu Ibnu Syihab, yang mendahulukan sasaran yang paling banyak jumlahnya dan kebutuhannya dengan bagian yang besar.
3. Diperbolehkan memberikan semua zakat, tertuju pada sebagian sasaran tertentu saja, untuk mewujudkan kemaslahatan yang sesuai dengan syara’ yang meminta pengkhususan itu sebagaimana halnya ketika ia memberikan zakat kepada salah satu sasaran saja, ia pun tidak diwajibkan menyamaratakan pemberian itu pada individu yang diberinya. Akan tetapi boleh melebihkan antara yang satu dengan yang lain sesuai dengan kebutuhan.
4. Hendaknya golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama yang harus menerima zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka, merupakan tujuan utama dari zakat, sehingga Rasulullah Saw tidak menerangkan dalam Hadits Muadz dan juga Hadis lain selain sasaran ini: “Zakat itu diambil dari orang yang kaya dan diberikan kepada orang fakir”. Hal ini dikarenakan sasaran ini membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Hendaknya mengambil pendapat Madzhab Syafi,i dalam menentukan batas yang paling tinggi yang diberikan kepada petugas yang menerima dan membagikan zakat itu, yaitu 1/8 dari hasil zakat, tidak boleh lebih dari itu.
6. Apabila harta zakat itu sedikit, seperti harta perorangan yang tidak begitu besar, maka dalam keadaan demikian zakat diberikan pada satu sasaran saja, sebagaimana yang dikemukakan oleh an Nakha’i dan Abu Tsaur, bahkan diberikan pada satu individu, sebagaimana dikemukakan oleh Abu Hanifah, agar pemberian itu dapat mencukupi kebutuhan si mustahiq. Karena membagikan harta yang sedikit, untuk sasaran yang banyak atau orang yang banyak dari satu sasaran, sama dengan menghilangkan kegunaan yang diharapkan dari zakat itu sendiri, karena pemberian itu tidak akan mencukupi.

Z A K A T
Pengertian dan Hukum Zakat
Zakat menurut bahasa artinya penyucian, sedangkan menurut Syari`at Islam zakat adalah kadar harta tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula sebagai penyuci dan pembuat ridha Allah.

Zakat hukumnya wajib atau fardlu ain bagi setiap orang Islam yang telah mencukupi syarat-syaratnya. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga yang mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Allah berfirman :
وأقيموا الصلوة وأتوا الزكوة .
“Dirikanlah shalat dan dan bayarkanlah zakat” (QS.An-Nisaa`: 77).

Macam-macam Zakat
Zakat ada dua macam, yaitu: zakat maal (zakat harta) dan zakat fitrah (zakat jiwa).
ZAKAT MAAL
Zakat mal yaitu zakat harta benda, yang meliputi :
1. Binatang Ternak.
Binatang ternak yang wajib dizakati ialah: unta, kerbau, sapi, dan kambing. Syarat orang yang wajib berzakat ternak (muzaqy) adalah :
1. Islam. Orang non Islam tidak wajib zakat.
2. Merdeka. Hamba sahaya tidak wajib zakat.
3. Milik sendiri/milik sempurna.
4. Cukup satu nisab (ukuran kadar).
5. Cukup satu haul, sudah satu tahun dimiliki.
6. Digembalakan di rumput yang mubah.

Nisab Zakat Ternak
1. Nisab zakat unta :
Nisab ——(Zakat Bilangan/Jenis Zakat)-(U m u r)
5 – 9 ——(1 ekor kambing/domba)——-(2 tahun lebih/1 thn lebih)
10 –14 —–(2 ekor kambing/domba)——-(2 tahun lebih/1 thn lebih)
15 –19 —–(3 ekor kambing/domba)——-(2 tahun lebih/1 thn lebih)
20 –24 —–(4 ekor kambing/domba)——-(2 tahun lebih/1 thn lebih)
25 –35 —–(1 ekor anak unta)———–(1 thn lebih)
36 –45 —–(1 ekor anak unta)———–(2 thn lebih)
40 –60 —–(1 ekor anak unta)———–(3 thn lebih)
61 –75—– (1 ekor anak unta)———–(4 thn lebih)
76 – 90 —-(2 ekor anak unta)———-(2 thn lebih)
91 –120 —-(2 ekor anak unta)———-(3 thn lebih)
121 – dst –(3 ekor unTa)————-(2 thn lebih)

2. Nisab zakat sapi dan kerbau :
Nisab—— (Bilangan/Jenis Zakat)—– (U m u r)
30 – 39—–1 ekor anak sapi/ 1 ekor kerbau—2 tahun lebih
40 – 59—–1 ekor anak sapi/ 1 ekor kerbau—2 tahun lebih
60 – 69—–2 ekor anak sapi/ 1 ekor kerbau—1 tahun lebih
70 – dst—-1 ekor anak sapi/1 ekor kerbau dan 1 ekor anak sapi/ 1 ekor kerbau 2 tahun lebih —2 tahun lebih.

1. Nisab zakat kambing :
Nisab ——(Zakat Bilangan/Jenis Zakat)–(U m u r)
40 – 120—-1 ekor kambing/domba betina—2 tahun lebih/1 thn lebih
120 – 200—2 ekor kambing/domba betina—2 tahun lebih/1 thn lebih
201 – 399—3 ekor kambing/domba betina—2 tahun lebih/1 thn lebih
400 – dst—4 ekor kambing/domba betina—2 tahun lebih/1 thn lebih

2. Emas dan Perak
Syarat wajib bagi pemilik emas dan perak yang dizakati adalah :
1. Islam.
2. Merdeka
3. Milik yang sempurna
4. Sampai satu nisab
5. Sampai haul (satu tahun disimpan)

Allah SWT berfirman :
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapatkan) siksaan yang pedih” (QS.At-Taubah: 34).

Nisab Zakat Emas dan Perak
Emas wajib dizakati bila telah mencapai nisab 85 gram, zakatnya 2,5 %. Jika punya emas mencapai 85 gram maka zakat yang dikeluarkan yaitu 2,12 gram. Sedangkan nisab perak 624 gram, zakatnya 2,5 %. Jadi jika punya perak mencapai 624 gram maka zakat yang dikeluarkan yaitu 15,6 gram.
Emas dan perak yang dipakai sehari-hari untuk perhiasan wanita tidak wajib dizakati, karena disamakan dengan binatang ternak yang dipakai untuk membajak tidak wajib dizakati.
3. Biji Makanan yang Mengenyangkan
Biji atau buah makanan yang mengenyangkan hukumnya wajib dizakati, seperti beras, jagung, gandum, adas, dan sebagainya. Sedangkan biji atau buah makanan yang tidak mengenyangkan tidak wajib dizakati, seperti kacang tanah, kacang panjang, buncis, tanaman muda dan lainnya.
Syarat wajib bagi pemilik biji-bijian/buah-buahan yang wajib dizakati adalah :
1. Islam
2. Merdeka
3. Milik sempurna
4. Sampai nisab.
5. Biji makanan ditanam oleh manusia
6. Biji makanan itu mengenyangkan dan tahan disimpan lama.

Nisab biji makanan dan buah-buahan yang mengenyangkan adalah 300 sya`, lebih kurang 930 liter bersih dari kulitnya. Rasulullah bersabda , “Tidak ada sedekah (zakat) pada biji-bijian dan buah-buahan sehingga mencapai lima wasaq (930 liter)” (HR.Muslim).
Mengeluarkan zakat jenis ini langsung setelah panennya, tidak menunggu genap satu tahun. Allah SWT berfirman : “Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)” (QS.Al-An`am : 141).
Biaya mengurus biji-bijian atau buah-buahan, seperti mengetam, mengeringkan, membersihkan dan membawanya adalah tanggungan pemilik.

4. Buah-buahan
Hukum awalnya, buah-buahan yang wajib dizakati hanya kurma dan anggur saja, sedangkan buah-buahan yang lain tidak.
“Rasulullah saw telah menyuruh supaya menaksir buah anggur itu berapa banyak buahnya, seperti menaksir buah kurma, dan Beliau menyuruh juga supaya memungut zakat anggur sesudah kering, seperti mengambil zakat buah kurma juga sesudah kering”. (HR.Tirmidzi, dan ia menilainya sebagai Hadits Hasan)

Syarat bagi pemilik buah-buahan yang wajib dizakati itu ialah :
1. Islam
2. Merdeka
3. Milik sempurna
4. Nisab (cukup satu nisab).
Nisab zakat buah-buahan ini sama dengan nisab zakat biji-bijian yang mengenyangkan. Dikeluarkan tanpa menunggu satu tahun, begitu panen langsung dikeluarkan zakatnya.

5. Harta Perniagaan
Harta perniagaan wajib dizakati, dengan syarat-syaratnya sama dengan zakat emas dan perak. Rasulullah Saw bersabda :
“Kain-kain yang disediakan untuk dijual, wajib dikeluarkan zakatnya” (HR.Hakim).
“Dari Samurah, “Rasulullah Saw memerintahkan kepada kami, agar kami menge-luarkan zakat barang yang disediakan untuk dijual” (HR.Daruqutni dan Abu Daud).
Perniagaan dihitung dari mulainya niaga. Setelah akhir tahun dan cukup satu tahun (haul) dan cukup senisab wajib dikeluarkan zakatnya. Nisab harta perniagaan dihitung dari modalnya. Kalau modalnya emas, nisabnya seperti emas, dan jika modalnya perak nisabnya seperti perak. Zakatnya juga seperti emas dan perak, yaitu 2,5 %.

6. Hasil Tambang
Hasil tambang emas atau perak jika sudah cukup senisab wajib dizakati, walaupun belum genap setahun, seperti halnya zakat biji-bijian atau buah-buahan. Besar zakat hasil tambang adalah 2,5 %. Hadits Rasulullah Saw :
“Bahwasanya Rasulullah Saw telah mengambil zakat dari hasil tambang di negeri Qabaliyah” (HR.Abu Daud dan Hakim).

7. Rikaz (Harta Terpendam)
Rikaz sering dikenal dengan harta karun, yaitu emas dan perak yang ditanam oleh kaum jahiliyah (sebelum Islam). Jika kita mendapatkannya maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 20 %. Sabda Rasulullah :
“Dari Abu Hurairah ra., “Rasulullah Saw bersabda, “Zakat rikaz adalah seperlima (1/5 atau 20 %)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Zakat rikaz tidak disyaratkan sampai satu tahun, namun begitu didapat langsung dikeluarkan zakatnya saat itu juga. Sama halnya dengan zakat tambang emas dan perak.

__________________________
Semoga bermanfaat
Barakallahu fiikum

1 komentar:

  1. Dalam sebuah Hadits diceritakan, “Dari Abu Sa`id ra., ia berkata, “Kami dahulu di zaman Rasulullah Saw pada Hari Raya Fithri mengeluarkan satu sha` makanan”. Abu Sa`id berkata, “Makanan kami dahulu adalah gandum, anggur kering, keju dan kurma kering”(HR.Bukhari).

    BalasHapus

Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.