Pasal
50
Hubungan
kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh.
Pasal
51
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau
lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara
tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Pasal
52
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan
hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak
yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
dan b dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak
yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
dan d batal demi hukum.
Pasal
53
Segala
hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan
oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
Pasal
54
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang kurangnya memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat
pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian
kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian
kerja.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan
hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1
(satu) perjanjian kerja.
Pasal
55
Perjanjian
kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan
para pihak.
Pasal
56
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu
atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Pasal
57
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat
secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam
ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa
Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran
antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa
Indonesia.
Pasal
58
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak
dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja
dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan
kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Pasal
59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya
dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang
sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya
dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak
dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat
diperpanjang atau diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang
didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua)
tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama
1 (satu) tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang
perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum
perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara
tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu
hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian
kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2
(dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hokum menjadi perjanjian kerja waktu
tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini
akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal
60
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum
yang berlaku.
Pasal
61
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan
atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena
meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan
penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka
hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan
lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan,
meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja
setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli
waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal
62
Apabila
salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan
kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1),
pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada
pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja.
Pasal
63
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak
tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan
bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Pasal
64
Perusahaan
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
yang dibuat secara tertulis.
Pasal
65
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan
yang dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada
perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak
langsung dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara
langsung.
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4)
Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan
lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara
tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian
kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja
pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan
kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan
pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja
pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (7).
Pasal
66
(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan
kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi,
kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi.
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan
jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan
kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau
perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak;
c. perlindungan upah dan kesejahteraan,
syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa
pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal
sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini.
(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk
usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak
terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Sumber:
www.prokum\uu\2003\uu13-2003.htm
Disadur
ulang oleh: Triple World tanpa mengubah esensi dari materi yang ada di dalam
undang-undang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.