Rabu, 08 Oktober 2014

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT



BAB XIX
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 139
(1)  Menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(2)  Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.   pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan;
b.  pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
c.   pendidikan dan pelatihan; dan
d.  perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan              penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara.
(3) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pembinaan terhadap        penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana       dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
(4)  Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab        melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh        pemegang IUP, IPR, atau IUPK.

Pasal 140
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota,
(3) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK.

Pasal 141
(1)    Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, antara lain, berupa:
a.   teknis pertambangan;
b.  pemasaran;
c.   keuangan;
d.  pengolahan data mineral dan batubara;
e.  konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f.   keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g.   keselamatan operasi pertambangan;
h.  pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;
i.  pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
j.    pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k.   pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
l.    penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut               kepentingan umum;
n.  pengelolaan IUP atau IUPK; dan
o.  jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
(2)   Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h,        dan huruf i dilakukan oleh inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)  Dalam hal pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota belum        mempunyai inspektur tambang, Menteri menugaskan inspektur tambang yang sudah diangkat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 142
(1) Gubernur dan bupati/walikota wajib melaporkan pelaksanaan usaha pertambangan di        wilayahnya masing-masing sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan kepada Menteri.
(2)  Pemerintah dapat memberi teguran kepada pemerintah daerah apabila dalam pelaksanaan        kewenangannya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 143
(1) Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan rakyat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan pertambangan rakyat diatur       dengan peraturan daerah kabupaten/ kota.

Pasal 144
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar dan prosedur pembinaan serta pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142 dan Pasal 143 diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedua
Perlindungan Masyarakat

Pasal 145
(1)    Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dan kegiatan usaha pertambangan berhak:
a. memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan              pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan              pertambangan yang menyalahi ketentuan.
(2)  Ketentuan mengenai perlindungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)       ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.