UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2009
TENTANG
PERTAMBANGAN MINERAL
DAN BATUBARA
I. UMUM
Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, dan air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai
kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak
terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien,
transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar
memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Guna memenuhi
ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan. Undang-undang tersebut selama lebih kurang empat dasawarsa
sejak diberlakukannya telah dapat
memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional.
Dalam perkembangan
lebih lanjut, undang-undang tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan
perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di samping itu,
pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang
dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi
yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan
hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual
serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat.
Untuk menghadapi
tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun peraturan
perundang-undangan baru di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat
memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali
kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara.
Undang-Undang ini
mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Mineral dan batubara
sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan
serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
bersama dengan pelaku usaha.
2. Pemerintah
selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum
Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan
pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi
daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
3. Dalam rangka
penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara
dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang
melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah.
4. Usaha pertambangan
harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan
rakyat Indonesia.
5. Usaha pertambangan
harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi
masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang
pertambangan.
6. Dalam rangka terciptanya pembangunan
berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan
memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi
masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud
dengan asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas yang secara
terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam
keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan
kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Standar nasional
di bidang pertambangan mineral dan batubara adalah spesifikasi teknis atau
sesuatu yang dibakukan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Yang dimaksud
dengan neraca sumber daya mineral dan batubara tingkat nasional adalah neraca
yang menggambarkan jumlah sumber daya, cadangan, dan produksi mineral dan
batubara secara nasional.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.:
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Kewenangan yang dilimpahkan adalah kewenangan dalam menetapkan WUP
untuk mineral bukan logam dan batuan dalam satu kabupaten/kota atau lintas
kabupaten/kota.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan luas adalah luas maksimum dan luas minimum.
Penentuan batas dilakukan berdasarkan keahlian yang diterima oleh semua pihak.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Penetapan WPR didasarkan pada perencanaan dengan melakukan
sinkronisasi data dan informasi melalui sistem informasi WP.
Pasal 22
Huruf a
Yang dimaksud
dengan tepi dan tepi sungai adalah daerah akumulasi pengayaan mineral sekunder (pay streak) dalam suatu
meander sungai.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 23
Pengumuman rencana WPR dilakukan di kantor desa/kelurahan dan
kantor/instansi terkait; dilengkapi dengan peta situasi yang menggambarkan
lokasi, luas, dan batas serta daftar koordinat; dan dilengkapi daftar pemegang
hak atas tanah yang berada dalam WPR.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Penetapan WPN
untuk kepentingan nasional dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan energi dan
industri strategis nasional, serta meningkatkan daya saing nasional dalam
menghadapi tantangan global.
Yang dimaksud
dengan komoditas tertentu antara lain tembaga, timah, emas, besi, nikel, dan
bauksit serta batubara.
Konservasi yang
dimaksud juga mencakup upaya pengelolaan mineral dan/ atau batubara yang
keberadaannya terbatas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan sebagian luas wilayahnya adalah untuk menentukan persentase besaran luas
wilayah yang akan diusahakan.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan batasan waktu adalah WPN yang ditetapkan untuk konservasi dapat diusahakan setelah melewati jangka
waktu tertentu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan koordinasi adalah mengakomodasi semua kepentingan daerah yang terkait dengan WUPK sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Yang dimaksud dengan luas adalah luas maksimum dan luas minimum. Penentuan
batas dilakukan berdasarkan keahlian yang diterima oleh semua pihak.:
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan pertambangan mineral radioaktif adalah pertambangan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenaganukliran.
Huruf b
Pertambangan
mineral logam dalam ketentuan ini termasuk mineral ikutannya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Huruf a
Badan usaha dalam
ketentuan ini meliputi badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Jaminan kesungguhan
dalam ketentuan ini termasuk biaya pengelolaan lingkungan akibat kegiatan
eksplorasi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Jangka waktu 8
(delapan) tahun meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun; eksplorasi 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun; serta
studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu)
tahun.
Ayat (2)
Jangka waktu 3
(tiga) tahun meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun, eksplorasi 1
(satu) tahun, dan studi kelayakan
1 (satu) tahun.
Yang dimaksud
dengan mineral bukan logam jenis tertentu adalah antara lain batu gamping untuk industri semen, intan, dan batu
mulia.
Jangka waktu 7
(tujuh) tahun meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun; eksplorasi 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang
1 (satu) kali 1 (satu) tahun; serta studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu) tahun.
Ayat (3)
Jangka waktu 3
(tiga) tahun meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun, eksplorasi 1 (satu)
tahun, dan studi kelayakan 1 (satu) tahun.
Ayat (4)
Jangka waktu 7
(tujuh) tahun meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun; eksplorasi 2
(dua) tahun dan dapat diperpanjang
2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun; serta studi kelayakan 2 (dua) tahun.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan data hasil kajian studi kelayakan merupakan sinkronisasi data milik Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 47
Ayat (1)
Jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun dalam ketentuan ini termasuk jangka waktu untuk
konstruksi selama 2 (dua) tahun.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan mineral bukan logam jenis tertentu adalah antara lain batu gamping untuk industri semen, intan dan batu
mulia.
Jangka waktu 20
(dua puluh) tahun dalam ketentuan ini termasuk jangka waktu untuk konstruksi
selama 2 (dua) tahun.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Jangka waktu 20
(dua puluh) tahun dalam ketentuan ini termasuk jangka waktu untuk konstruksi
selama 2 (dua) tahun.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Pertambangan mineral logam dalam ketentuan ini termasuk mineral
ikutannya.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Apabila dalam WIUP
terdapat mineral lain yang berbeda keterdapatannya secara vertikal maupun horizontal, pihak lain dapat
mengusahakan mineral tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Apabila dalam WIUP
terdapat mineral lain yang berbeda keterdapatannya secara vertikal maupun horizontal, pihak lain dapat
mengusahakan mineral tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Apabila dalam WIUP
terdapat mineral lain yang berbeda keterdapatannya secara vertikal maupun horizontal, pihak lain dapat
mengusahakan mineral tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Apabila dalam WIUP
terdapat mineral lain yang berbeda keterdapatannya secara vertikal maupun horizontal, pihak lain dapat
mengusahakan mineral tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Surat permohonan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini disertai dengan meterai cukup dan
dilampiri rekomendasi dari kepala desa/lurah/kepala adat mengenai kebenaran
riwayat pemohon untuk memperoleh prioritas dalam mendapatkan IPR.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran
serta pemulihan fungsi lingkungan hidup, termasuk reklamasi lahan bekas
tambang.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Laporan disampaikan
setiap 4 (empat) bulan.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan memperhatikan kepentingan daerah adalah dalam rangka pemberdayaan daerah.
Ayat (2)
Pertambangan
mineral logam dalam ketentuan ini termasuk mineral ikutannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan data hasil kajian studi kelayakan merupakan sinkronisasi data milik Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 78
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Jaminan
kesungguhan termasuk di dalamnya biaya pengelolaan lingkungan akibat
kegiatan eksplorasi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Pasal 79
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Huruf w
Cukup jelas.
Huruf x
Cukup jelas.
Huruf y
Pencantuman
divestasi saham hanya berlaku apabila sahamnya dimiliki oleh asing sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Jangka waktu 8
(delapan) tahun meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun; eksplorasi 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun; serta
studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu)
tahun
Huruf f
Jangka waktu
(tujuh) tahun meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun; eksplorasi 2 (dua)
tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun; serta
studi kelayakan 2 (dua) tahun.
Huruf g
Jangka waktu 20
(dua puluh) tahun dalam ketentuan ini termasuk jangka waktu untuk konstruksi
selama 2 (dua) tahun.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
eksplorasi tahapan tertentu dalam ketentuan ini yaitu telah ditemukan 2 (dua)
wilayah prospek dalam kegiatan eksplorasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan sisa
tambang meliputi antara lain tailing dan limbah batubara.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Ketentuan ini dimaksudkan mengingat usaha pertambangan pada sumber air
dapat mengakibatkan perubahan morfologi sumber air, baik pada kawasan hulu
maupun hilir.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Ketentuan mengenai dana jaminan reklamasi dan dana jaminan
pascatambang berisi, antara lain, besaran, tata cara penyetoran dan pencairan,
serta pelaporan penggunaan dana jaminan.
Pasal 102
Nilai tambah dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produk
akhir dari usaha pertambangan atau pemanfaatan terhadap mineral ikutan.
Pasal 103
Ayat (1)
Kewajiban untuk
melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan, antara lain,
untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya
bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan
negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan dalam
ketentuan ini adalah pengurusan izin pengangkutan dan penjualan atas mineral
dan/atau batubara yang tergali.
Ayat (2)
Izin diberikan
setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi atas mineral
dan/atau batubara yang tergali oleh instansi teknis terkait.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 106
Pemanfaatan tenaga kerja setempat tetap mempertimbangkan kompetensi
tenaga kerja dan keahlian tenaga kerja yang tersedia.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung dan menumbuhkembangkan
kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan masyarakat adalah masyarakat yang berdomisili di sekitar operasi pertambangan.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud
keadaan kahar (force majeur) dalam ayat ini, antara lain, perang, kerusuhan
sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam
di luar kemampuan manusia.
Huruf b
Yang dimaksud
keadaan yang menghalangi dalam ayat ini, antara lain, blokade, pemogokan, dan
perselisihan perburuhan di luar kesalahan pemegang IUP atau IUPK dan peraturan
perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah yang menghambat kegiatan
usaha pertambangan yang sedang berjalan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Permohonan
menjelaskan kondisi keadaan kahar dan/atau keadaan yang menghalangi sehingga
mengakibatkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan.
Ayat (4)
Permohonan
masyarakat memuat keadaan kondisi daya
dukung lingkungan wilayah yang
dikaitkan dengan aktivitas kegiatan penambangan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan alasan yang jelas dalam ketentuan ini antara lain tidak ditemukannya
prospek secara teknis, ekonomis, atau lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Yang dimaksud dengan peningkatan adalah peningkatan dari tahap
eksplorasi ke tahap operasi produksi.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Ayat (1)
Perusahaan nasional dapat
mendirikan perusahaan cabang di daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Persetujuan dari pemegang hak atas tanah dimaksudkan untuk
menyelesaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan eksplorasi seperti
pengeboran, parit uji, dan pengambilan contoh.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan masyarakat adalah mereka yang terkena dampak negatif langsung dari
kegiatan usaha pertambangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Yang dimaksud dengan setiap orang adalah pejabat yang menerbitkan IUP,
IPR, atau IUPK.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Semua pasal yang
terkandung dalam kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara harus disesuaikan
dengan Undang-Undang.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4959
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.