BAB V
USAHA
KETENAGALISTRIKAN
Bagian Pertama
Jenis Usaha
Pasal 8
(1) Usaha
ketenagalistrikan terdiri dari Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
(2) Usaha
penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi jenis
usaha:
a. Pembangkitan
Tenaga Listrik;
b. Transmisi
Tenaga Listrik;
c. Distribusi
Tenaga Listrik;
d. Penjualan Tenaga Listrik;
e. Agen
Penjualan Tenaga Listrik;
f. Pengelola
Pasar Tenaga Listrik; dan
g. Pengelola
Sistem Tenaga Listrik.
(3) Usaha Penunjang Tenaga
Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Usaha Jasa
Penunjang Tenaga Listrik dan Industri Penunjang Tenaga Listrik.
(4) Usaha
Jasa Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi jenis usaha:
a. konsultasi dalam bidang tenaga listrik;
b. pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga
listrik;
c. pengujian instalasi tenaga listrik;
d. pengoperasian instalasi tenaga listrik;
e. pemeliharaan instalasi tenaga listrik;
f. penelitian dan pengembangan;
g. pendidikan dan
pelatihan; dan
h. usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan
tenaga listrik.
(5) Industri
Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi jenis usaha:
a. Industri
Peralatan Tenaga Listrik; dan
b. Industri Pemanfaat Tenaga Listrik.
Bagian Kedua
Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik dan
Izin Operasi
Pasal 9
(1) Kegiatan Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) di wilayah yang
menerapkan kompetisi dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapatkan
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai dengan jenis usahanya dari Badan
Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(2) Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas:
a. Izin Usaha
Pembangkitan Tenaga Listrik;
b. Izin Usaha
Transmisi Tenaga Listrik;
c. Izin Usaha
Distribusi Tenaga Listrik;
d. Izin Usaha
Penjualan Tenaga Listrik;
e. Izin Usaha Agen
Penjualan Tenaga Listrik;
f. Izin
Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik; dan
g. Izin Usaha
Pengelola Sistem Tenaga Listrik.
(3) Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikeluarkan setelah
memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan administratif serta kelengkapan
izin lainnya.
(4) Ketentuan
mengenai syarat dan tata cara permohonan dan pemberian Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(5) Untuk Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik,
sebelum diterbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, terlebih dahulu
dikeluarkan izin prinsip kepada Badan Usaha yang telah memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis.
(6) Apabila dalam batas waktu yang ditetapkan,
pemegang izin prinsip atau Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik tidak dapat
merealisasikan kegiatan usahanya, izin prinsip atau Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik dimaksud dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 10
Dalam
hal kompetisi tidak atau belum dapat diterapkan, Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik dikeluarkan secara transparan dan akuntabel masing-masing oleh:
a. Bupati
atau Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga listrik di dalam daerahnya
masing-masing yang tidak terhubung dengan Jaringan Transmisi Nasional sesuai
dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah;
b. Gubernur,
untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas kabupaten atau kota, baik sarana
maupun energi listriknya, yang tidak
terhubung dengan Jaringan Transmisi Nasional sesuai dengan Rencana Umum
Ketenagalistrikan Daerah;
c. Menteri,
untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas propinsi, baik sarana maupun
energi listriknya, yang tidak terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional
atau usaha penyediaan tenaga listrik yang terhubung dengan Jaringan Transmisi
Nasional sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional; atau
d.
Menteri,
untuk usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik
Negara sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.
Pasal 11
(1) Penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri hanya dapat
dilakukan berdasarkan Izin Operasi.
(2) Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan masing-masing oleh:
a. Bupati/Walikota,
apabila fasilitas instalasinya berada di dalam daerah kabupaten/kota;
b.
Gubernur,
apabila fasilitas instalasinya mencakup lintas kabupaten/kota dalam satu
provinsi; atau
c.
Menteri,
apabila fasilitas instalasinya mencakup lintas provinsi.
Pasal 12
(1) Pemegang
Izin Operasi dalam wilayah yang telah menerapkan kompetisi dapat menjual
kelebihan tenaga listrik untuk kepentingan umum setelah mendapat Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik dari Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(2) Pemegang
Izin Operasi dalam wilayah yang tidak atau belum menerapkan kompetisi dapat
menjual kelebihan tenaga listrik untuk kepentingan umum setelah mendapat
persetujuan dari pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Pasal 13
(1) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Pemerintah, atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing dapat menyampaikan teguran
tertulis, menangguhkan kegiatan, membekukan kegiatan, atau mencabut Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 atau
Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berdasarkan:
a.
pelanggaran
terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam izin;
b.
pengulangan
pelanggaran atas persyaratan izin; dan/atau
c.
tidak
memenuhi persyaratan yang ditentukan berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik atau Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Pengawas
Pasar Tenaga Listrik, Pemerintah, atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu
memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentu kepada Badan Usaha
untuk memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
Pasal 14
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 dan Pasal 10 serta Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik di
Wilayah Kompetisi
Pasal 15
(1) Penetapan
wilayah yang menerapkan kompetisi dilakukan secara bertahap dan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Syarat-syarat
untuk penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi tenaga listrik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. tingkat harga jual tenaga listrik
telah mencapai keekonomiannya;
b. kompetisi pasokan energi primer;
c. telah dibentuk Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik;
d. kesiapan aturan yang diperlukan dalam penerapan kompetisi;
e. kesiapan infrastruktur, perangkat keras dan perangkat lunak sistem tenaga
listrik;
f. kondisi sistem yang memungkinkan untuk dilakukannya kompetisi;
g. kesetaraan
Badan Usaha yang akan berkompetisi; dan
h. syarat-syarat
lain yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga
Listrik.
Pasal 16
Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dilakukan secara terpisah
oleh Badan Usaha yang berbeda.
Pasal 17
(1) Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan
kompetisi.
(2) Badan Usaha di bidang pembangkitan tenaga listrik di satu wilayah
kompetisi dilarang menguasai pasar berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Larangan penguasaan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
meliputi segala tindakan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat
antara lain meliputi:
a. menguasai kepemilikan;
b. menguasai sebagian besar
kapasitas terpasang pembangkitan tenaga listrik dalam satu wilayah kompetisi;
c. menguasai sebagian besar
kapasitas pembangkitan tenaga listrik pada posisi beban puncak;
d. menciptakan hambatan
masuk pasar bagi Badan Usaha lainnya;
e. membatasi produksi tenaga
listrik dalam rangka mempengaruhi pasar;
f. melakukan praktik
diskriminasi;
g. melakukan jual rugi dengan
maksud menyingkirkan usaha pesaingnya;
h. melakukan kecurangan
usaha; dan/atau
i. melakukan persekongkolan
dengan pihak lain.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai larangan penguasaan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Usaha
Transmisi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b tidak dikompetisikan.
(2) Usaha Transmisi Tenaga Listrik yang tersambung dengan Jaringan
Transmisi Nasional bersifat terbuka dan memberikan perlakuan setara terhadap
Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik.
(3) Usaha Transmisi Tenaga Listrik dilaksanakan dengan memberi-kan
kesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik Negara.
(4) Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik wajib memenuhi kebutuh-an
jaringan baru sesuai dengan rencana pengembangan sistem tenaga listrik.
(5) Badan Pengawas
Pasar Tenaga Listrik menetapkan wilayah usaha bagi Badan Usaha Transmisi Tenaga
Listrik.
Pasal 19
(1) Usaha Distribusi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c tidak dikompetisikan.
(2) Usaha Distribusi Tenaga Listrik bersifat terbuka dan memberikan
perlakuan setara kepada Usaha Penjualan Tenaga Listrik dan Agen Penjualan
Tenaga Listrik.
(3) Usaha Distribusi Tenaga Listrik dilaksanakan dengan memberikan
kesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik Negara.
(4) Badan Usaha Distribusi Tenaga Listrik wajib memenuhi kebutuhan
jaringan baru sesuai dengan rencana pengembangan sistem tenaga listrik.
(5) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik menetapkan wilayah usaha Badan
Usaha Distribusi Tenaga Listrik.
Pasal 20
(1) Usaha
Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf
d melakukan penjualan tenaga listrik
kepada konsumen yang tersambung pada jaringan tegangan rendah dalam wilayah
usaha tertentu.
(2) Wilayah usaha untuk
Usaha Penjualan Tenaga Listrik
sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar
Tenaga Listrik.
(3) Usaha Penjualan
Tenaga Listrik dapat membeli tenaga listrik dari pasar tenaga listrik dan/atau
secara bilateral dari pembangkit lain.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 21
(1) Agen Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e
melakukan pelayanan penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung
pada tegangan tinggi dan tegangan menengah.
(2) Dengan seizin Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Agen Penjualan Tenaga Listrik dapat melakukan
penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada tegangan rendah.
(3) Penjualan tenaga listrik untuk konsumen oleh Agen Penjualan Tenaga
Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan
kompetisi.
(4) Agen Penjualan Tenaga Listrik membeli tenaga listrik dari pasar
tenaga listrik dan/atau secara bilateral dari pembangkit tenaga listrik lain.
Pasal 22
(1) Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf f dilaksanakan oleh Badan Usaha yang akuntabel dan tidak
berpihak dalam memberikan pelayanan pengelolaan pasar tenaga listrik kepada
Badan Usaha yang melakukan transaksi melalui jaringan transmisi tenaga listrik.
(2) Pengelola Pasar Tenaga Listrik dibiayai bersama oleh Badan Usaha
yang bertransaksi dalam pasar tenaga listrik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga
Listrik.
Pasal 23
(1) Pengelola Pasar Tenaga Listrik berfungsi untuk mempertemukan
penawaran dan permintaan tenaga listrik sesuai dengan aturan pasar yang
mendorong efisiensi, keekonomian serta iklim kompetisi yang sehat.
(2) Ketentuan mengenai aturan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pengelola Pasar Tenaga Listrik bertugas :
a. melakukan koordinasi dengan
Pengelola Sistem Tenaga Listrik dalam penyaluran tenaga listrik;
b. mengesahkan harga pasar tenaga listrik dan besarnya tenaga listrik
yang disalurkan;
c. memberikan informasi hasil transaksi kepada semua pelaku transaksi
pasar tenaga listrik;
d. menyelesaikan semua transaksi pasar tenaga listrik;
e. menyelesaikan perselisihan antarpelaku pasar yang timbul dalam
proses transaksi tenaga listrik;
f. membuat laporan transaksi dari penjual dan pembeli kepada Badan
Pengawas Pasar Tenaga Listrik; dan
g. melakukan tugas lain yang berkaitan dengan pengelolaan pasar tenaga
listrik yang ditentukan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 24
(1) Pengelola
Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g
dilaksanakan oleh Badan Usaha yang akuntabel dan tidak berpihak dalam
memberikan pelayanan operasi sistem tenaga listrik kepada Badan Usaha yang
melakukan transaksi melalui jaringan transmisi tenaga listrik.
(2) Pengelola
Sistem Tenaga Listrik dibiayai bersama oleh Badan Usaha yang bertransaksi dalam
pasar tenaga listrik.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 25
(1) Pengelola Sistem Tenaga Listrik berfungsi
mengelola operasi sistem tenaga listrik untuk memperoleh sistem yang andal,
aman, dan bermutu sesuai dengan aturan jaringan transmisi tenaga listrik yang
berlaku.
(2) Ketentuan mengenai aturan jaringan transmisi
tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(3) Pengelola Sistem Tenaga Listrik bertugas:
a. membuat rencana pengembangan sistem tenaga listrik;
b. menjaga tingkat keamanan, mutu, dan keandalan sistem tenaga listrik
sesuai dengan standar yang berlaku;
c. membuat prakiraan beban dan rencana pembebanan pembangkit tenaga
listrik berdasarkan informasi Pengelola Pasar Tenaga Listrik;
d. mengkoordinasikan rencana pemeliharaan pembangkit dan jaringan
transmisi tenaga listrik;
e. memberikan perintah operasi kepada pembangkit dan transmisi tenaga
listrik;
f. memberikan informasi kepada Pengelola Pasar Tenaga Listrik untuk
penyelesaian transaksi jual beli tenaga listrik;
g. menjamin pasokan tenaga listrik; dan
h. melakukan tugas lain yang berkaitan dengan pengelolaan
sistem tenaga listrik yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 26
Kepemilikan
Badan Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik
dan Badan Usaha Pengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar
Tenaga Listrik.
Pasal 27
Persyaratan
dan tata cara pengadaan dan pengangkatan pegawai Pengelola Pasar Tenaga Listrik
dan Pengelola Sistem Tenaga Listrik ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 28
(1) Dalam
hal kegiatan Usaha Transmisi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf b, Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) huruf f, dan Pengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g belum siap untuk dipisahkan, ketiga
kegiatan usaha tersebut dapat dilakukan secara bersama dalam satu Badan Usaha
dengan fungsi dan peran yang terpisah dan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik
Negara.
(2) Dalam hal kegiatan Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f dan Pengelola Sistem Tenaga
Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g belum siap untuk
dipisahkan, kedua kegiatan usaha tersebut dapat dilakukan secara bersama dalam
satu Badan Usaha dengan fungsi dan peran yang terpisah dan dilaksanakan oleh
Badan Usaha Milik Negara.
(3) Ketentuan
mengenai penggabungan dan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 29
(1) Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dilarang melakukan
penggabungan usaha dalam suatu jaringan terinterkoneksi pada wilayah yang dikompetisikan
yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar dan persaingan usaha yang
tidak sehat.
(2) Penggabungan usaha dalam suatu wilayah yang dikompetisi-kan yang
mendorong efisiensi, tetapi tidak mengganggu kom-petisi, dapat dilakukan dengan
persetujuan Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Bagian Keempat
Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik di Wilayah yang
Tidak atau Belum
Menerapkan Kompetisi
Pasal 30
(1) Di
wilayah yang tidak atau belum dapat menerapkan kompetisi karena kondisi
tertentu, usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(2) Kegiatan
usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, atau
swadaya masyarakat yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(3) Dengan
pertimbangan pengembangan sistem ketenagalistrikan yang lebih efisien, kegiatan
usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan dengan memberikan kesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik
Negara.
(4) Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, atau swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib memenuhi kebutuhan tenaga
listrik di dalam wilayah usahanya.
(5) Dalam
hal Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, atau
swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dapat memenuhi
kebutuhan tenaga listrik, maka Pemerintah Daerah atau Pemerintah berkewajiban
memenuhinya.
Bagian Kelima
Usaha Penunjang Tenaga
Listrik
Pasal 31
(1) Kegiatan
Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapatkan Izin Usaha Penunjang
Tenaga Listrik dari Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan
mengenai Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (3) dan ketentuan mengenai Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Untuk
jenis-jenis Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (3) yang berkaitan dengan jasa konstruksi diatur tersendiri dalam
undang-undang di bidang jasa konstruksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.