Kamis, 02 Oktober 2014

USAHA KETENAGALISTRIKAN



BAB V
USAHA KETENAGALISTRIKAN

Bagian Pertama 
Jenis Usaha

Pasal 8
(1)  Usaha ketenagalistrikan terdiri dari Usaha Penyediaan Tenaga Listrik  dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
(2)   Usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi jenis usaha:
a.  Pembangkitan Tenaga Listrik;
b.  Transmisi Tenaga Listrik;
c.  Distribusi Tenaga Listrik;
d.  Penjualan  Tenaga Listrik;
e.  Agen Penjualan Tenaga Listrik;
f.   Pengelola Pasar Tenaga Listrik; dan
g.  Pengelola Sistem Tenaga Listrik.
(3)  Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Usaha Jasa Penunjang  Tenaga Listrik dan Industri Penunjang Tenaga Listrik.
(4)   Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi jenis usaha:
a.  konsultasi dalam bidang tenaga listrik;
b.  pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik;
c.  pengujian instalasi tenaga listrik;
d.  pengoperasian instalasi tenaga listrik;
e.  pemeliharaan instalasi tenaga listrik;
f.   penelitian dan pengembangan;
g.  pendidikan dan pelatihan; dan
h.  usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik.
(5)  Industri Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)  meliputi jenis usaha:
a.  Industri Peralatan Tenaga Listrik; dan
b.  Industri Pemanfaat Tenaga Listrik.
 
Bagian Kedua
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan
Izin Operasi

Pasal 9
(1)  Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) di wilayah yang menerapkan kompetisi dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapatkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai dengan jenis usahanya dari Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(2)  Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas:
a.  Izin Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik;
b.  Izin Usaha Transmisi Tenaga Listrik;
c.  Izin Usaha Distribusi Tenaga Listrik;
d.  Izin Usaha Penjualan Tenaga Listrik;
e.  Izin Usaha Agen Penjualan Tenaga Listrik;
f.   Izin Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik; dan
g.  Izin Usaha Pengelola Sistem Tenaga Listrik.
(3)  Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikeluarkan setelah memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan administratif serta kelengkapan izin lainnya.
(4)  Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan dan pemberian Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(5)   Untuk Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik, sebelum diterbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, terlebih dahulu dikeluarkan izin prinsip kepada Badan Usaha yang telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(6)   Apabila dalam batas waktu yang ditetapkan, pemegang izin prinsip atau Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik tidak dapat merealisasikan kegiatan usahanya, izin prinsip atau Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dimaksud dinyatakan tidak berlaku lagi.
 
Pasal 10
Dalam hal kompetisi tidak atau belum dapat diterapkan, Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dikeluarkan secara transparan dan akuntabel masing-masing oleh:
a.    Bupati atau Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga listrik di dalam daerahnya masing-masing yang tidak terhubung dengan Jaringan Transmisi Nasional sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah;
b.     Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas kabupaten atau kota, baik sarana maupun energi listriknya, yang  tidak terhubung dengan Jaringan Transmisi Nasional sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah;
c.      Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas propinsi, baik sarana maupun energi listriknya, yang tidak terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional atau usaha penyediaan tenaga listrik yang terhubung dengan Jaringan Transmisi Nasional sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional; atau
d.        Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.
 Pasal 11
(1)  Penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri hanya dapat dilakukan berdasarkan Izin Operasi.
(2)   Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan masing-masing oleh:
a. Bupati/Walikota, apabila fasilitas instalasinya berada di dalam daerah kabupaten/kota;
b.      Gubernur, apabila fasilitas instalasinya mencakup lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi; atau
c.      Menteri, apabila fasilitas instalasinya mencakup lintas provinsi.
 Pasal 12
(1)  Pemegang Izin Operasi dalam wilayah yang telah menerapkan kompetisi dapat menjual kelebihan tenaga listrik untuk kepentingan umum setelah mendapat Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dari Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(2)  Pemegang Izin Operasi dalam wilayah yang tidak atau belum menerapkan kompetisi dapat menjual kelebihan tenaga listrik untuk kepentingan umum setelah mendapat persetujuan dari pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
 
Pasal 13
(1)  Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Pemerintah, atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing dapat menyampaikan teguran tertulis, menangguhkan kegiatan, membekukan kegiatan, atau mencabut Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 atau Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berdasarkan:
a.    pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum dalam izin;
b.    pengulangan pelanggaran atas persyaratan izin; dan/atau
c.    tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan berdasarkan Undang-undang ini.
(2)  Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Pemerintah, atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentu kepada Badan Usaha untuk  memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
 
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 serta Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 
Bagian Ketiga
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di
Wilayah Kompetisi

Pasal 15
(1) Penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi dilakukan secara bertahap dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Syarat-syarat untuk penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a.  tingkat harga jual tenaga listrik  telah mencapai  keekonomiannya;
b.  kompetisi pasokan energi primer;
c.  telah dibentuk Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik;
d.  kesiapan aturan yang diperlukan dalam penerapan kompetisi;
e.  kesiapan infrastruktur, perangkat keras dan perangkat lunak sistem tenaga listrik;
f.   kondisi sistem yang memungkinkan untuk dilakukannya kompetisi;
g.  kesetaraan Badan Usaha yang akan berkompetisi; dan
h.  syarat-syarat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
 
Pasal 16
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dilakukan secara terpisah oleh Badan Usaha yang berbeda.
 
Pasal 17
(1)  Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal  8 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan kompetisi.
(2)   Badan Usaha di bidang pembangkitan tenaga listrik di satu wilayah kompetisi dilarang menguasai pasar berdasarkan Undang-undang ini.
(3)  Larangan penguasaan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi  segala tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat antara lain meliputi:
a.    menguasai kepemilikan;
b.    menguasai sebagian besar kapasitas terpasang pembangkitan tenaga listrik dalam satu wilayah kompetisi;
c.     menguasai sebagian besar kapasitas pembangkitan tenaga listrik pada posisi beban puncak;
d.     menciptakan hambatan masuk pasar bagi Badan Usaha lainnya;
e.    membatasi produksi tenaga listrik dalam rangka mempengaruhi pasar;
f.     melakukan praktik diskriminasi;
g.    melakukan jual rugi dengan maksud menyingkirkan usaha pesaingnya;
h.    melakukan kecurangan usaha; dan/atau
i.     melakukan persekongkolan dengan pihak lain.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan penguasaan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Pasal 18
(1)   Usaha Transmisi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b tidak dikompetisikan.
(2)   Usaha Transmisi Tenaga Listrik yang tersambung dengan Jaringan Transmisi Nasional bersifat terbuka dan memberikan perlakuan setara terhadap Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik.
(3) Usaha Transmisi Tenaga Listrik dilaksanakan dengan memberi-kan kesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik Negara.
(4)  Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik wajib memenuhi kebutuh-an jaringan baru sesuai dengan rencana pengembangan sistem tenaga listrik.
(5)  Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik menetapkan wilayah usaha bagi Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik.
 
Pasal 19
(1)   Usaha Distribusi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)  huruf c tidak dikompetisikan.
(2)  Usaha Distribusi Tenaga Listrik bersifat terbuka dan memberikan perlakuan setara kepada Usaha Penjualan Tenaga Listrik dan Agen Penjualan Tenaga Listrik.
(3)   Usaha Distribusi Tenaga Listrik dilaksanakan dengan memberikan kesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik Negara.
(4)   Badan Usaha Distribusi Tenaga Listrik wajib memenuhi kebutuhan jaringan baru sesuai dengan rencana pengembangan sistem tenaga listrik.
(5)  Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik menetapkan wilayah usaha Badan Usaha Distribusi Tenaga Listrik.
 
Pasal 20
(1)   Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d  melakukan penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada jaringan tegangan rendah dalam wilayah usaha tertentu.
(2)   Wilayah usaha untuk  Usaha  Penjualan Tenaga Listrik sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(3)  Usaha Penjualan Tenaga Listrik dapat membeli tenaga listrik dari pasar tenaga listrik dan/atau secara bilateral dari pembangkit lain.
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 21
(1)   Agen  Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e melakukan pelayanan penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada tegangan tinggi dan tegangan menengah.
(2)   Dengan seizin Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Agen  Penjualan Tenaga Listrik dapat melakukan penjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung pada tegangan rendah.
(3) Penjualan tenaga listrik untuk konsumen oleh Agen Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan kompetisi.
(4)   Agen Penjualan Tenaga Listrik membeli tenaga listrik dari pasar tenaga listrik dan/atau secara bilateral dari pembangkit tenaga listrik lain.

Pasal 22
(1)   Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f dilaksanakan oleh Badan Usaha yang akuntabel dan tidak berpihak dalam memberikan pelayanan pengelolaan pasar tenaga listrik kepada Badan Usaha yang melakukan transaksi melalui jaringan transmisi tenaga listrik.
(2)   Pengelola Pasar Tenaga Listrik dibiayai bersama oleh Badan Usaha yang bertransaksi dalam pasar tenaga listrik.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
 
Pasal 23
(1) Pengelola Pasar Tenaga Listrik berfungsi untuk mempertemukan penawaran dan permintaan tenaga listrik sesuai dengan aturan pasar yang mendorong efisiensi, keekonomian serta iklim kompetisi yang sehat.
(2)  Ketentuan mengenai aturan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)   Pengelola Pasar Tenaga Listrik bertugas :
a.  melakukan koordinasi dengan  Pengelola Sistem Tenaga Listrik dalam penyaluran tenaga listrik;
b. mengesahkan harga pasar tenaga listrik dan besarnya tenaga listrik yang disalurkan;
c.  memberikan informasi hasil transaksi kepada semua pelaku transaksi pasar tenaga listrik;
d.  menyelesaikan semua transaksi pasar tenaga listrik;
e.  menyelesaikan perselisihan antarpelaku pasar yang timbul dalam proses  transaksi tenaga listrik;
f.  membuat laporan transaksi dari penjual dan pembeli kepada Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik; dan
g.  melakukan tugas lain yang berkaitan dengan pengelolaan pasar tenaga listrik yang ditentukan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.

 Pasal 24
(1)   Pengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g dilaksanakan oleh Badan Usaha yang akuntabel dan tidak berpihak dalam memberikan pelayanan operasi sistem tenaga listrik kepada Badan Usaha yang melakukan transaksi melalui jaringan transmisi tenaga listrik.
(2)   Pengelola Sistem Tenaga Listrik dibiayai bersama oleh Badan Usaha yang bertransaksi dalam pasar tenaga listrik.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud  dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
 Pasal 25
(1)  Pengelola Sistem Tenaga Listrik berfungsi mengelola operasi sistem tenaga listrik untuk memperoleh sistem yang andal, aman, dan bermutu sesuai dengan aturan jaringan transmisi tenaga listrik yang berlaku.
(2)  Ketentuan mengenai aturan jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(3)   Pengelola Sistem Tenaga Listrik bertugas:
a.  membuat rencana pengembangan sistem tenaga listrik;
b. menjaga tingkat keamanan, mutu, dan keandalan sistem tenaga listrik sesuai dengan standar yang berlaku;
c. membuat prakiraan beban dan rencana pembebanan pembangkit tenaga listrik berdasarkan informasi Pengelola Pasar Tenaga Listrik;
d. mengkoordinasikan rencana pemeliharaan pembangkit dan jaringan transmisi tenaga listrik;
e.  memberikan perintah operasi kepada pembangkit dan transmisi tenaga listrik;
f.  memberikan informasi kepada Pengelola Pasar Tenaga Listrik untuk penyelesaian transaksi jual beli tenaga listrik;
g.  menjamin pasokan tenaga listrik; dan
h.  melakukan tugas lain yang berkaitan dengan pengelolaan sistem tenaga listrik yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
 
 Pasal 26
Kepemilikan Badan Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik  dan Badan Usaha Pengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.

 Pasal 27
Persyaratan dan tata cara pengadaan dan pengangkatan pegawai Pengelola Pasar Tenaga Listrik dan Pengelola Sistem Tenaga Listrik ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.

Pasal 28
(1)  Dalam hal kegiatan Usaha Transmisi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b, Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f, dan Pengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g belum siap untuk dipisahkan, ketiga kegiatan usaha tersebut dapat dilakukan secara bersama dalam satu Badan Usaha dengan fungsi dan peran yang terpisah dan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara.
(2)  Dalam hal kegiatan Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f dan Pengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g belum siap untuk dipisahkan, kedua kegiatan usaha tersebut dapat dilakukan secara bersama dalam satu Badan Usaha dengan fungsi dan peran yang terpisah dan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara.
(3)  Ketentuan mengenai penggabungan dan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
 
Pasal 29
(1)  Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dilarang melakukan penggabungan usaha dalam suatu jaringan terinterkoneksi pada wilayah yang dikompetisikan yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar dan persaingan usaha yang tidak sehat.
(2)  Penggabungan usaha dalam suatu wilayah yang dikompetisi-kan yang mendorong efisiensi, tetapi tidak mengganggu kom-petisi, dapat dilakukan dengan persetujuan Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.

 Bagian Keempat
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di Wilayah yang
Tidak atau Belum Menerapkan Kompetisi

Pasal 30
(1)  Di wilayah yang tidak atau belum dapat menerapkan kompetisi karena kondisi tertentu, usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(2)  Kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, atau swadaya masyarakat yang ditetapkan oleh  Pemerintah.
(3)  Dengan pertimbangan pengembangan sistem ketenagalistrikan yang lebih efisien, kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memberikan kesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik Negara.
(4)   Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, atau swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib memenuhi kebutuhan tenaga listrik di dalam wilayah usahanya.
(5)  Dalam hal Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, atau swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dapat memenuhi kebutuhan tenaga listrik, maka Pemerintah Daerah atau Pemerintah berkewajiban memenuhinya.
 
Bagian Kelima
Usaha Penunjang Tenaga Listrik

Pasal 31
(1)   Kegiatan Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapatkan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik dari Pemerintah Daerah.
(2)   Ketentuan mengenai Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ketentuan mengenai Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3)   Untuk jenis-jenis Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) yang berkaitan dengan jasa konstruksi diatur tersendiri dalam undang-undang di bidang jasa konstruksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.