BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
LINGKUNGAN HIDUP
Bagian Pertama
Umum
Pasal 30
(1) Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap
tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(3) Apabila telah
dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup
di Luar Pengadilan
Pasal 31
Penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu
guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
Pasal 32
Dalam
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki
kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil
keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 33
(1) Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk
lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2) Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan
penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup
Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Rugi
Pasal 34
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain
atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran
uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu
tersebut.
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 35
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah
bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang
ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika
pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia;
atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan
terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan
oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga
bertanggung jawab membayar ganti rugi.
Paragraf 3
Daluwarsa untuk
Pengajuan Gugatan
Pasal 36
(1) Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan
gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam
ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban
mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan
bahan berbahaya dan beracun dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan
beracun.
Paragraf 4
Hak Masyarakat dan
Organisasi Lingkungan Hidup
Untuk Mengajukan
Gugatan
Pasal 37
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai
masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita
karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa
sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk
kepentingan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi
lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu
tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. dalam anggaran dasar organisasi lingkungan
hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya
organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup;
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan
anggaran dasarnya.
Pasal 39
Tata
cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat,
dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata yang
berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.