BAB V
WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
(1) WP sebagai bagian
dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan.
(2) WP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 10
Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan:
a. secara
transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b. secara terpadu
dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, dan
dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan
lingkungan; dan
c. dengan
memperhatikan aspirasi daerah.
Pasal 11
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan penyelidikan dan
penelitian pertambangan
dalam rangka penyiapan WP.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai batas, luas, dan mekanisme penetapan
WP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 13
WP terdiri atas:
a. WUP;
b. WPR; dan
c. WPN.
Bagian Kedua
Wilayah Usaha Pertambangan
Pasal 14
(1) Penetapan WUP
dilakukan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan
disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan data dan
informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 15
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya dalam penetapan
WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada pemerintah provinsi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Satu WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP yang berada pada
lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten/kota.
Pasal 17
Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkan oleh
Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang
dimiliki oleh Pemerintah.
Pasal 18
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP dalam 1 (satu)
WUP adalah sebagai berikut:
a. letak
geografis;
b. kaidah
konservasi;
c. daya dukung
lindungan lingkungan;
d. optimalisasi
sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat
kepadatan penduduk.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batas dan luas
WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Wilayah Pertambangan
Rakyat
Pasal 20
Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR.
Pasal 21
WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan oleh
bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota.
Pasal 22
Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut:
a. mempunyai cadangan
mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan
primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. endapan
teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas
maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare;
e. menyebutkan
jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah
atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang- kurangnya 15 (lima belas) tahun.
Pasal 23
Dalam menetapkan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepada
masyarakat secara terbuka.
Pasal 24
Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan
tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai
WPR.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, prosedur, dan penetapan WPR
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 dan Pasal 23 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan mekanisme penetapan WPR,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dengan peraturan daerah
kabupaten/kota.
Bagian Keempat
Wilayah Pencadangan
Negara
Pasal 27
(1) Untuk kepentingan
strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan
memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk
komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan
ekosistem dan lingkungan.
(2) WPN yang
ditetapkan untuk komoditas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diusahakan sebagian luas
wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) WPN yang
ditetapkan untuk konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan batasan waktu dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(4) Wilayah yang akan
diusahakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berubah statusnya menjadi WUPK.
Pasal 28
Perubahan status WPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) menjadi WUPK dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan
bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber
devisa negara;
c. kondisi
wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi
untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
e. daya dukung
lingkungan; dan/atau
f. penggunaan
teknologi tinggi dan modal investasi yang besar. asal 23 diatur dengan
peraturan daerah kabupaten/kota.
Pasal 29
(1) WUPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) yang akan diusahakan ditetapkan oleh
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
(2) Pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan di WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk IUPK.
Pasal 30
Satu WUPK terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUPK yang berada pada
lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten/kota.
Pasal 31
Luas dan batas WIUPK mineral logam dan batubara ditetapkan oleh
Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria dan
informasi yang dimiliki oleh Pemerintah.
Pasal 32
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPK dalam 1 (satu)
WUPK adalah sebagai berikut:
a. letak
geografis;
b. kaidah
konservasi;
c. daya dukung
lindungan lingkungan;
d. optimalisasi
sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat
kepadatan penduduk.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan luas dan batas
WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur dengan peraturan
pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukkan komentar anda. Terima kasih.